Samarinda, Kaltimetam.id – Di tengah ramai polemik soal pemasangan stiker bagi penerima bantuan sosial (bansos) di berbagai daerah Indonesia, Pemerintah Kota Samarinda memilih langkah berbeda. Alih-alih ikut menempelkan label “keluarga miskin” di rumah warga penerima bansos, Pemkot Samarinda memilih bersikap hati-hati dengan melakukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan tersebut.
Kebijakan penempelan stiker penerima bansos memang menjadi isu nasional dalam beberapa pekan terakhir. Beberapa daerah menilai kebijakan ini penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas program bantuan sosial, agar bantuan benar-benar diterima oleh warga yang berhak. Namun di sisi lain, penolakan publik juga muncul karena dianggap menimbulkan stigma kemiskinan dan rasa malu di tengah masyarakat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial Kota Samarinda, Mochammad Arief Surochman, menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerapkan kebijakan penempelan stiker pada rumah penerima bansos. Ia mengatakan, Pemkot Samarinda masih melakukan kajian dan evaluasi menyeluruh agar setiap kebijakan sosial tidak menimbulkan dampak psikologis maupun sosial yang merugikan warga.
“Kami evaluasi terlebih dahulu mengenai kegiatan tersebut karena tentunya banyak instrumen yang harus kita tetapkan. Prinsipnya, kami ingin memastikan agar bantuan sosial benar-benar tepat sasaran tanpa menimbulkan stigma negatif,” ujarnya.
Arief menjelaskan, Pemerintah Kota Samarinda saat ini telah memiliki basis data penerima bansos yang terintegrasi, sesuai arahan pemerintah pusat. Seluruh penyaluran bantuan sosial di Samarinda kini mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Nasional (DTKS) sebuah sistem data resmi yang menghubungkan pemerintah pusat dan daerah dalam menentukan penerima manfaat.
“Sekarang kita sudah memiliki database. Untuk pemberian bantuan sosial, semuanya sudah mengacu kepada DTKS. Data tersebut terpadu dan terintegrasi dari pusat sampai ke daerah,” terangnya.
Dengan sistem tersebut, setiap bantuan sosial yang disalurkan oleh Pemerintah Kota Samarinda dilakukan secara berdasarkan data dan petunjuk teknis (juknis) yang jelas. Ia menilai, penguatan sistem pendataan jauh lebih penting daripada melakukan labelisasi yang bisa memunculkan persepsi negatif di tengah masyarakat.
“Kalau bantuan dari kota Samarinda, sesuai dengan data dan juknis. Kami ingin semua penyaluran dilakukan secara objektif, transparan, dan terukur,” tambahnya.
Meski sistem data terpadu sudah berjalan, Arief mengakui bahwa tantangan di lapangan tetap ada. Beberapa kasus masih menunjukkan adanya warga yang belum terdata dalam DTKS namun tetap menerima bantuan melalui jalur lain. Kondisi itu, kata Arief, biasanya terjadi karena adanya program dari tingkat provinsi, pusat, atau sumber non-pemerintah seperti bantuan CSR perusahaan atau organisasi masyarakat.
Ia memastikan, untuk bantuan yang bersumber dari anggaran Pemerintah Kota Samarinda, seluruhnya diberikan hanya kepada warga yang masuk dalam data resmi dan memenuhi kriteria.
“Kami memastikan penyaluran bantuan di Samarinda sesuai dengan data yang sudah diverifikasi. Kalau ada penerima di luar data, itu kemungkinan berasal dari program lain,” ucapnya.
Terkait kemungkinan diterapkannya kebijakan stiker di masa mendatang, Dinas Sosial Samarinda tidak menutup kemungkinan untuk meninjau kembali kebijakan tersebut, asalkan hasil evaluasi menunjukkan manfaat yang lebih besar daripada risikonya. Namun, Arief menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati karena kebijakan sosial menyangkut rasa keadilan dan harga diri masyarakat.
“Kami harus melihat dulu dari segi pelaksanaan dan dampaknya. Langkah-langkah apa yang akan diambil, serta waktu yang tepat untuk melaksanakan hal itu. Kami tidak ingin terburu-buru hanya karena tren di daerah lain,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id







