Samarinda, Kaltimetam.id – Di tengah pesatnya perkembangan kawasan Lempake, ada satu cerita yang luput dari sorotan, yakni perjuangan SMP Negeri 13 Samarinda untuk bertahan di tengah keterbatasan fasilitas. Sekolah yang beralamat di Jalan Sukorejo No. 37 ini menjadi pilihan utama warga, namun ironisnya, kondisi bangunannya justru memprihatinkan.
Tingginya minat masyarakat terhadap SMPN 13 seiring pertumbuhan pemukiman seperti Perumahan Korem dan kompleks baru lainnya membuat jumlah siswa melonjak setiap tahun. Namun, lonjakan itu tidak diiringi dengan kesiapan infrastruktur sekolah.
Di sudut sekolah, tepat di depan ruang guru dan bersebelahan dengan gudang, ruang kelas VIII-H masih dipakai meski kondisinya jauh dari layak. Sekitar 30 siswa mengikuti pelajaran di ruangan dengan dinding hijau tosca yang mulai mengelupas akibat banjir musiman.
Lantai yang retak dan tergerus pasir menjadi sumber debu. Jendela terlepas, plafon jebol, dan kayu penyangga tampak lapuk. Meja dan kursi kayu seadanya jadi teman belajar. Sementara kipas angin di sudut ruangan lebih sering dimatikan karena mengusik debu halus yang beterbangan.
Di balik kondisi itu, semangat belajar tetap menyala. Buku tulis beralih fungsi jadi kipas tangan. Di tengah keterbatasan ini, Wakil Kepala Kesiswaan SMPN 13, Suhadiyono, menyampaikan harapan besar pada pemerintah.
“Sebenarnya ada juga yang kelas-kelas yang kurang layak lah menurut kami, perlu perbaikan,” kata Suhadiyono saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (15/7/2025).
Ia menegaskan, setidaknya dua ruang kelas mengalami kerusakan berat. Untuk menutupi kekurangan, pihak sekolah terpaksa menyulap laboratorium IPA menjadi ruang belajar darurat. Bahkan aula yang seharusnya menjadi ruang serbaguna, kini disekat dan diubah menjadi ruang kelas.
“Siswa ke sekolah kita ini semakin besar, makin tahunnya makin banyak yang ke sini. Jadi perlu tambahan lokal yang banyak, akhirnya kita sekat itu jadi tiga lokal,” jelasnya.
Namun solusi darurat itu tidak sepenuhnya berhasil. Dari tiga ruang hasil penyekatan, hanya satu yang masih difungsikan sebagai ruang belajar. Yang lainnya kini menjadi gudang penyimpanan meja dan kursi rusak.
Meningkatnya jumlah murid membuat ruang belajar makin sempit. Suhadiyono mengaku tidak punya pilihan lain selain menambah jumlah siswa per kelas.
“Makanya kita up lagi. Mau gak mau kita maksimalkan jadi 34 itu per ruang,” ucapnya.
Tak hanya ruang kelas, lapangan sekolah juga menyimpan masalah. Ketika kemarau, debu mengepul. Saat hujan, berubah jadi lautan lumpur. Kondisi ini menghambat aktivitas olahraga siswa.
“Kemudian lapangan, harapan kami lapangan ini bisa kami semenisasi,” tambah Suhadiyono.
Jika hujan deras mengguyur, banjir pun tak terhindarkan. Air membawa lumpur dan pasir masuk ke ruang kelas. Para guru dan siswa harus bahu-membahu membersihkan kotoran yang mengendap. Tapi ada kalanya mereka harus mengandalkan bantuan dari dinas pemadam kebakaran.
“Kadang-kadang juga kami panggil dari pemadam. Kita bantu untuk semprot itu. Karna sudah lengket itu kan nggak bisa. Harus pakai mesin,” terangnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terpisah oleh wartawan Kaltimetam.id melalui WhatsApp, Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Asli Nuryadin, membenarkan bahwa pihaknya telah mengupayakan permohonan bantuan untuk perbaikan infrastruktur SMPN 13.
“InsyaAllah sedang kita usulkan, mudah-mudahan disetujui nanti,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa usulan tersebut telah berulang kali diajukan.
“Terkait realisasinya nanti saya tanyakan TAPD. Ini sudah kami usulkan sejak lama, tiap tahun selalu kami usulkan,” tutupnya.
(REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id