Samarinda, Kaltimetam.id – Polemik seputar proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) kembali menjadi sorotan jelang tahun ajaran 2025. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda memanggil Pemerintah Kota (Pemkot) untuk meminta klarifikasi atas pembentukan Satuan Tugas (Satgas) SPMB yang dilakukan tanpa pelibatan legislatif secara langsung.
Pertemuan ini digelar pada Kamis (19/6/2025) di ruang rapat DPRD Samarinda, dihadiri oleh perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) serta sejumlah anggota dewan lintas komisi. Agenda utamanya ialah membahas dasar hukum, mekanisme kerja, serta komposisi keanggotaan Satgas SPMB yang saat ini sudah terbentuk dan mulai bekerja menjelang dimulainya proses SPMB di tingkat SD dan SMP negeri.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyatakan bahwa pihaknya mengapresiasi langkah cepat Pemkot dalam menindaklanjuti isu integritas dalam SPMB. Namun, DPRD juga menyayangkan tidak adanya komunikasi awal ataupun pelibatan institusional dalam pembentukan Satgas yang menjadi instrumen pengawasan pelaksanaan sistem pendidikan tersebut.
“DPRD memiliki fungsi pengawasan, dan justru pada momen seperti ini, fungsi itu sangat relevan. Kami mempertanyakan kenapa Satgas dibentuk tanpa melibatkan perwakilan dewan. Padahal, pengawasan menjadi instrumen penting untuk memastikan pelaksanaan penerimaan siswa berjalan sesuai asas transparansi dan keadilan,” kata Novan.
Ia mengungkapkan bahwa dasar pembentukan Satgas SPMB merujuk pada Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 7 Tahun 2024. Surat tersebut menekankan pentingnya pencegahan tindak pidana korupsi dalam sektor pelayanan publik, termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan melalui mekanisme penerimaan siswa baru.
“Wali Kota telah mengeluarkan Surat Keputusan yang menjadi landasan hukum pembentukan Satgas ini, dan dalam SK tersebut telah diatur secara rinci tugas pokok, fungsi, serta ruang lingkup kerja tim,” jelasnya.
Dalam pertemuan yang berlangsung hampir empat jam itu, Disdikbud Samarinda juga memaparkan sejumlah perubahan kebijakan dalam pelaksanaan SPMB tahun ini. Salah satu yang paling krusial adalah pergeseran dari sistem zonasi berbasis jarak ke sistem domisili administratif.
Jika sebelumnya siswa ditempatkan berdasarkan jarak rumah ke sekolah, maka kini yang menjadi acuan adalah alamat tempat tinggal sesuai dengan data administrasi kependudukan. Dengan kata lain, siswa yang secara resmi berdomisili di Kecamatan A hanya dapat mendaftar ke sekolah yang berada dalam cakupan administratif kecamatan tersebut, terlepas dari jarak geografis sebenarnya.
“Perubahan ini merupakan arahan langsung dari Kemendikbudristek dan ditujukan untuk menghindari manipulasi jarak melalui pindah alamat semu. Sistem domisili administratif dinilai lebih objektif dan dapat diverifikasi dengan dokumen resmi seperti Kartu Keluarga,” tambah Novan.
Selain sistem zonasi, jumlah rombongan belajar (rombel) atau daya tampung tiap sekolah juga menjadi fokus pembahasan. Kuota penerimaan disebut telah ditetapkan dan dibagi secara proporsional ke dalam beberapa jalur, yakni jalur afirmasi untuk siswa kurang mampu, jalur perpindahan tugas orang tua (mutasi), jalur prestasi, dan jalur zonasi domisili.
“Data ini bisa langsung diakses masyarakat lewat papan pengumuman di masing-masing sekolah. Pemkot dan Disdikbud menjamin keterbukaan informasi agar orang tua tidak kebingungan dalam proses pendaftaran nanti,” ungkapnya.
Namun, persoalan transparansi tak berhenti di situ. DPRD Samarinda mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) atau tim pengawasan internal yang akan secara paralel memantau jalannya SPMB. Menurut Novan, pembentukan tim pengawasan dari DPRD bisa menjadi pelengkap dan penyeimbang dari Satgas bentukan Pemkot.
“Kami tidak dalam posisi untuk menolak Satgas. Tapi kami mempertimbangkan untuk membentuk tim sendiri yang secara independen bisa menampung aspirasi masyarakat dan mengevaluasi setiap tahapan SPMB. Apakah bergabung dengan Satgas atau berdiri sendiri, nanti akan diputuskan pimpinan DPRD,” ujarnya.
Rencana ini mendapat dukungan dari sejumlah anggota dewan yang hadir. Mereka menilai bahwa proses SPMB selama ini memang kerap menuai keluhan, mulai dari isu titipan, sistem informasi yang tidak merata, hingga dugaan diskriminasi terhadap siswa dari keluarga prasejahtera.
Dengan adanya dua jalur pengawasan baik dari eksekutif maupun legislatif diharapkan proses SPMB tahun ini benar-benar mampu menciptakan pemerataan akses pendidikan serta menutup celah-celah penyimpangan yang selama ini dikhawatirkan publik.
“Ini momentum untuk memperbaiki tata kelola pendidikan secara menyeluruh. Kita harus pastikan bahwa tidak ada satu pun siswa yang dirugikan karena sistem yang tidak adil atau tidak transparan,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id