Populasi Tinggal 62, Pesut Mahakam Resmi Masuk Daftar Merah IUCN

Gambar Pesut Mahakam yang mati. (Foto: Istimewa)

Samarinda, Kaltimetam.id – Ancaman kepunahan pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) semakin nyata. Satwa endemik yang menjadi ikon Kalimantan Timur ini resmi masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status critically endangered serta tercatat dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

Status tersebut menandakan kondisi populasi pesut sangat kritis dan harus segera mendapat perlindungan penuh.Untuk menjawab ancaman tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar rapat lintas organisasi di Samarinda, Rabu (1/10/2025). Pertemuan ini melibatkan kementerian terkait, pemerintah daerah, lembaga konservasi, hingga akademisi, guna merumuskan langkah nyata penyelamatan pesut Mahakam.

“Pesut Mahakam masuk kategori critically endangered. Artinya, satwa ini wajib dikonservasi karena populasinya sangat terancam,” tegas Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Inge Retnowati.

Hasil penelitian Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) bersama mitra menunjukkan populasi pesut Mahakam kini diperkirakan hanya 62 individu. Angka itu menurun drastis dibanding beberapa dekade lalu dan menandakan kondisi populasi sudah sangat rapuh.

“Kalau kita tidak mengendalikan ancamannya, kepunahan bisa segera terjadi. Padahal, pesut ini hanya ada di Kalimantan Timur, terutama di perairan Mahakam,” jelas Inge.

KLHK menilai penyelamatan pesut tidak bisa dilakukan secara sepihak. Upaya konservasi harus melibatkan lintas kementerian, mulai dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, hingga pemerintah daerah.

Habitat utama pesut Mahakam berada di sekitar Desa Pela, Kutai Kartanegara, yang merupakan perpaduan sungai dan danau. Namun, kawasan ini menghadapi tekanan besar dari aktivitas manusia. Pembukaan lahan di sempadan sungai, erosi, perkebunan, tambang terbuka, hingga lalu lintas tongkang batubara di anak-anak sungai membuat ruang hidup pesut semakin terdesak.

“Anak sungai yang menjadi tempat makan pesut malah dilalui tongkang. Harus ada aturan jelas dari Kementerian Perhubungan mengenai jalur mana yang boleh dilintasi kapal dan mana yang tidak,” ujarnya.

Menurutnya, pengawasan dapat diperkuat dengan memanfaatkan instrumen hukum yang sudah ada, seperti UU Lingkungan Hidup, peraturan tata ruang, hingga regulasi transportasi air.

Selain intervensi regulasi, Inge menekankan pentingnya partisipasi masyarakat sekitar Mahakam. Edukasi, pemberdayaan ekonomi, hingga pengembangan ekowisata berbasis lingkungan dinilai sebagai cara efektif untuk mendorong masyarakat ikut menjaga habitat pesut.

“Pesut bisa jadi ikon pembangunan Kalimantan Timur. Dengan pengelolaan ekowisata yang baik, masyarakat sejahtera dan lingkungan tetap terjaga,” katanya.

Desa Pela menjadi contoh nyata. Melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), masyarakat berhasil mengembangkan wisata melihat pesut secara langsung dari perahu. Model ini membuktikan bahwa konservasi dan peningkatan ekonomi warga bisa berjalan seiring.

KLHK memastikan komitmen penuh pemerintah terhadap penyelamatan pesut Mahakam. Menteri LHK bahkan telah meninjau langsung habitat pesut pada 3 Juli lalu.

“Kunjungan Pak Menteri menunjukkan keseriusan pemerintah. Kita tidak bisa menunda, harus ada langkah cepat, konkret, dan terukur. Kita bangun bersama ekosistem yang sehat, masyarakat yang sejahtera, sekaligus menjaga satwa endemik kebanggaan Kalimantan Timur,” tutupnya.

Terpisah, Direktur RASI, Danielle Kreb, yang lebih dari 25 tahun meneliti pesut Mahakam, menegaskan perlunya intervensi segera agar mamalia endemik ini tidak bernasib sama dengan baiji di Sungai Yangtze, Tiongkok, yang dinyatakan punah pada 2006.

“Kita butuh aksi nyata. Tidak cukup dengan penelitian. Harus ada kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum,” tegasnya.

RASI merumuskan lima langkah prioritas:

1.Mengurangi angka kematian akibat jaring insang, dengan mendistribusikan alat tangkap ramah lingkungan.
2.Memperbaiki habitat dengan menjaga kualitas air dan mengendalikan pencemaran.
3.Mengurangi kebisingan lalu lintas kapal, dengan pembatasan ponton batubara dan aturan kecepatan kapal.
4.Mendukung mata pencaharian alternatif masyarakat, seperti ekowisata ramah lingkungan.
5.Memperkuat kerja sama lintas sektor, melibatkan pemerintah daerah, akademisi, dan aparat hukum.

“Kalau pesut hilang, itu tanda sungai kita sakit. Menyelamatkan mereka berarti juga menyelamatkan manusia yang bergantung pada Sungai Mahakam,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id