Samarinda, Kaltimetam.id – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Samarinda menggelar konferensi pers terkait kasus penganiayaan yang terjadi di atas kapal tugboat TB Senkhe 25 di perairan Sungai Mahakam.
Seorang pria berinisial MYT ditetapkan sebagai tersangka setelah melakukan penembakan menggunakan senjata angin terhadap seorang pria lain yang juga bekerja di bidang jasa labuh. Kejadian ini terjadi pada Senin, 23 Desember 2024.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Ary Fadli, menjelaskan kronologi peristiwa yang bermula dari persaingan usaha antara korban dan tersangka.
Keduanya dikenal sebagai penyedia jasa pelayanan labuh, seperti mengantar makanan dan kebutuhan lainnya kepada awak kapal yang bersandar di kawasan perairan Sungai Mahakam.
Insiden bermula saat tersangka merasa bahwa korban telah “mendahului” dalam melayani salah satu kapal yang berlabuh di wilayah itu. Persaingan dalam merebut kesempatan pelayanan ini memicu ketegangan antara keduanya.
“Tersangka merasa dirugikan karena menganggap korban mengambil kesempatan yang seharusnya menjadi miliknya. Dari sana, tersangka kemudian mengambil senjata angin miliknya dan menembakkannya ke arah kepala korban,” ujar Ary Fadli dalam konferensi pers di Polresta Samarinda, Jumat (27/12/2024).
Penembakan tersebut menyebabkan luka gores di kepala korban. Beruntung, korban segera dievakuasi ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis, sehingga kondisinya kini sudah stabil.
Satpolairud Polresta Samarinda bergerak cepat setelah mendapatkan laporan terkait insiden tersebut. Dalam waktu singkat, tersangka MYT berhasil diamankan bersama barang bukti berupa satu pucuk senjata angin dan satu unit speedboat bermesin 40 PK berwarna putih, yang digunakan tersangka saat kejadian.
“Senjata angin tersebut adalah milik pribadi tersangka, yang biasa digunakan untuk berburu. Meski dijual bebas, penggunaannya tetap memiliki batasan hukum, dan jelas tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang melanggar hukum,” bebernya.
Atas tindakannya, MYT dikenai Pasal 351 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Pasal ini mengatur ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun bagi pelaku penganiayaan yang menyebabkan luka pada korban.
“Kami akan memproses kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan main hakim sendiri seperti ini tidak dapat ditoleransi, apalagi jika melibatkan kekerasan,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id