Samarinda, Kaltimetam.id – Dugaan praktik jual-beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di SD Negeri 017 Sungai Pinang, Kota Samarinda, yang sempat mencuat dan menimbulkan keresahan publik akhirnya diklarifikasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda.
Dinas menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukanlah kebijakan resmi sekolah, melainkan inisiatif sebagian orang tua murid yang menginginkan tambahan bahan ajar di rumah.
Kepala Bidang Pembinaan SD Disdikbud Samarinda, Idah Rahmawati, mengungkapkan klarifikasi itu disampaikan setelah pihaknya melakukan pertemuan langsung dengan pihak sekolah. Dari hasil penelusuran, diketahui tidak ada instruksi dari sekolah untuk menjual LKS.
“Penjualan buku di sana bukan atas kemauan sekolah, tapi permintaan dari orang tua sebagai referensi belajar anak di rumah. Dan tidak semua orang tua membeli LKS, hanya sebagian kecil,” tegasnya.
Menurut Idah, faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu. Beberapa orang tua murid merasa harga buku di toko terlalu mahal, sehingga mereka mencari alternatif lain dengan meminta pihak sekolah membantu menyediakan bahan ajar tambahan.
“Kami sebenarnya sudah menganjurkan agar orang tua membeli buku di luar. Namun karena ada kendala harga, akhirnya muncul inisiatif meminta melalui sekolah,” jelasnya.
Meski begitu, Idah menegaskan aturan larangan penjualan buku di sekolah tetap berlaku dan tidak bisa ditawar.
“Larangan itu sudah ada sejak lama dan harus dipatuhi. Jadi kasus ini murni miskomunikasi, bukan kebijakan resmi dari sekolah,” ujarnya.
Selain polemik LKS, Disdikbud juga menyinggung persoalan distribusi Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang belakangan menimbulkan masalah di sejumlah sekolah. Idah menjelaskan bahwa data penerima LKPD dihimpun sejak November 2024. Namun, pada tahun ajaran berjalan terjadi penambahan siswa akibat mutasi dari sekolah swasta serta pembentukan rombongan belajar (rombel) baru, sehingga jumlah buku yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan.
“Data penerima LKPD memang berbeda dengan kondisi riil di lapangan. Cut off data kami ambil pada akhir 2024. Sementara pada tahun berjalan ada tambahan jumlah siswa dan rombel baru,” terangnya.
Sebagai contoh, data awal hanya mencatat satu rombel kelas I dengan 30 siswa. Namun setelah naik ke kelas II, jumlah siswa meningkat menjadi 56 sehingga terbentuk dua rombel. Karena distribusi masih mengacu pada data lama, terjadi kekurangan buku di sekolah.
Untuk menutup kekurangan tersebut, Disdikbud telah menyiapkan buku tambahan yang kini tersedia di gudang. Proses administrasi dan berita acara serah terima sedang diselesaikan, dan pekan depan buku tambahan itu akan segera disalurkan.
“Buku tambahan sudah tersedia di gudang. Administrasi dan berita acara serah terima sedang kami siapkan, dan minggu depan segera kami distribusikan ke sekolah-sekolah,” katanya.
Idah menegaskan, peristiwa ini menjadi catatan penting agar sistem pendataan ke depan bisa lebih akurat. Ia menyebut Disdikbud akan melakukan evaluasi menyeluruh agar data distribusi LKPD sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
“Upaya sudah kami lakukan. Kekurangan ditutup dengan pencetakan tambahan. Ke depan, pendataan akan lebih cermat agar kebutuhan siswa benar-benar terpenuhi,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id