Pedagang Tradisional Samarinda Keluhkan Ritel Modern yang Kian Menjamur, Minta Pembatasan Jarak dan Jam Operasional

Dewan Pembina Persatuan Pedagang Sembako dan Minyak (P2SM) Kota Samarinda, Ambo Asse. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Penolakan terhadap menjamurnya ritel modern kembali menggema di Kota Samarinda. Sejumlah pedagang tradisional yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Sembako dan Minyak (P2SM) menyampaikan keresahan mereka kepada DPRD Kota Samarinda, Rabu (29/10/2025).

Mereka menilai, semakin banyaknya gerai modern seperti Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi telah menekan ruang usaha pasar tradisional yang sudah lama menjadi penopang ekonomi rakyat kecil. Kondisi tersebut diperparah dengan operasional toko yang berlangsung nyaris tanpa batas waktu.

Audiensi berlangsung di Ruang Rapat Paripurna Lantai 2 Gedung DPRD Samarinda, dihadiri sejumlah anggota dewan. Dalam pertemuan itu, para pedagang menyoroti dua persoalan utama, yakni pelanggaran batas jarak antar gerai dengan pasar tradisional, serta jam operasional yang tidak sesuai ketentuan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 9 Tahun 2015.

Perwali tersebut secara tegas mengatur bahwa jarak terdekat antara pusat perbelanjaan dan toko swalayan dengan pasar rakyat minimal 500 meter, sebagaimana tertuang dalam Pasal 5.

Sementara dalam Pasal 9, disebutkan bahwa jam buka minimarket dibatasi dari pukul 08.00 hingga 22.00 WITA, dan supermarket atau pusat perbelanjaan hanya boleh beroperasi pada pukul 10.00 hingga 22.00 WITA di hari kerja, serta sampai 23.00 WITA di akhir pekan.

Namun, realitas di lapangan justru jauh berbeda. Sejumlah minimarket kini beroperasi selama 24 jam, bahkan berdiri hanya beberapa meter dari pasar tradisional dan warung warga.

Ketua DPRD Kota Samarinda, Helmi Abdullah, membenarkan bahwa keluhan tersebut disampaikan langsung oleh para pedagang dalam forum tersebut.

Ia menilai aspirasi yang disampaikan berkaitan erat dengan lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan aturan.

“Jadi tadi yang jelas mereka menyampaikan aspirasinya masalah keluhan dengan banyaknya Indomaret, Alfamart, Alfa Midi, yang sejenis di kota Samarinda,” ujarnya.

Helmi menyebut, para pedagang merasa terdesak karena keberadaan minimarket yang jaraknya sangat berdekatan dan menjamur di hampir setiap kawasan kota.

Selain soal jarak, ia juga menyoroti jam operasional toko modern yang kini banyak beroperasi sepanjang hari. Padahal, menurutnya, jam buka tersebut sudah diatur dengan jelas dalam perwali yang berlaku.

“Oleh karena itu tadi kami menyampaikan, kami nanti akan pelajari mengenai perwali yang ada sekarang, terus kita nanti juga memanggil dinas-dinas yang terkait,” jelasnya.

Helmi menambahkan, DPRD akan meninjau ulang regulasi dan melakukan rapat koordinasi bersama dinas terkait untuk memastikan aturan tersebut benar-benar ditegakkan.

Namun di sisi lain, ia juga mengingatkan bahwa pedagang tradisional tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan pemerintah.

Menurutnya, pelaku usaha kecil juga perlu melakukan inovasi agar dapat tetap bersaing di tengah ekspansi ritel modern yang masif.

“Kami mengharapkan kepada pedagang itu juga mereka gak boleh berdiam diri, mereka juga harus berinovasi. Jadi sehingga mereka tidak kalah bersaing dengan Indomaret atau Alfamart yang ada ini,” tambah Helmi.

Ia menegaskan bahwa Komisi II DPRD Samarinda yang diketuai Victor akan menindaklanjuti hasil audiensi dengan melakukan kajian terhadap efektivitas peraturan yang sudah ada.

Sementara itu, Dewan Pembina P2SM, Ambo Asse, menegaskan bahwa tuntutan mereka bukan tanpa dasar hukum.

Ia menyebut Perwali Nomor 9 Tahun 2015 menjadi acuan utama dalam perjuangan pedagang tradisional untuk mendapatkan keadilan usaha.

“Kedatangan kami di sini pertama mengingat peraturan perda yang pernah diterbitkan bahwa jam buka penjual skala modern itu ada batasannya, mulai jam 10 pagi sampai jam 11 malam. Kedua, jarak antara titik satu dengan titik yang lain daripada penjual skala nasional ini ada ketentuan yang dulu, misalnya 500 meter baru bisa, dan sekarang ini kan sudah menjamur,” terangnya.

Ambo menjelaskan, kondisi ini membuat pedagang kecil semakin sulit bersaing, baik dari segi modal, lokasi, maupun daya beli masyarakat.

“Dengan menjamurnya ini, kita sebagai penjual tradisional ini sangat, diibaratkan tidak bisa berkembang. Pertama, tidak ada kemenangan kita sama ibaratkan dari segi modal, dari segi tempat, apalah daya kita sebagai penjual tradisional,” ungkapnya.

Ia menilai, perjuangan pedagang bukan sekadar soal keuntungan bisnis, tetapi soal keberlangsungan hidup keluarga yang bergantung pada kios dan lapak kecil di pasar.

Ambo juga menyampaikan bahwa persoalan ini bukan hal baru. Sejak 2021, keluhan sudah berulang kali disuarakan, namun belum mendapat tanggapan serius dari pemerintah daerah.

Lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan perwali, dinilai membuat pembangunan ritel modern semakin tak terkendali.

Para pedagang pun kini dihadapkan pada kenaikan biaya sewa tempat, karena nilai jual lahan di sekitar toko modern ikut melonjak. Kondisi itu menambah beban ekonomi mereka yang sudah kesulitan mempertahankan pelanggan.

Sebagai tindak lanjut, P2SM berencana menghadap langsung Wali Kota Samarinda untuk meminta kejelasan dan kepastian hukum terhadap penerapan peraturan tersebut.

“Iya, ini kalau memang bisa, harus menghadap juga sama Pak Wali Kota untuk menyampaikan mudah-mudahan 1-2 hari kita bisa surat ke sana,” ujar Ambo.

Dari pihak legislatif, Helmi memastikan DPRD akan mempelajari dasar hukum perwali tersebut sebelum mengambil langkah bersama instansi terkait.

Ia berharap kebijakan yang diambil nantinya dapat menciptakan keseimbangan antara ritel modern dan pelaku usaha kecil.

“Yang jelas kita akan pelajari dulu masalah perwali-nya dulu, kita nanti koordinasi dengan pihak dinas yang terkait. Nah setelah itu mungkin ya kalau mau-mau mungkin kan nanti kita duduk bareng sama-sama. Intinya bagaimana semua UMKM yang ada di Samarinda ini bisa hidup sama-sama dan juga bisa berkreasi bersama-sama juga,” pungkasnya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id