Maxim Klarifikasi Soal Penyegelan Kantor di Samarinda Akui Sudah Terapkan Tarif Sesuai Aturan

Kantor operasional Maxim di Samarinda disegel oleh Satpol PP dan Dishub Kaltim, Kamis lalu (31/7/2025). (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Kantor operasional Maxim di Samarinda disegel oleh Satpol PP dan Dinas Perhubungan Kalimantan Timur pada Kamis lalu (31/7/2025). Penyegelan ini dilakukan karena perusahaan transportasi daring itu diduga tidak mematuhi aturan tarif yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur.

SK Gubernur Nomor 100.3.3.1/K.673/2023 yang diterbitkan pada tahun lalu mengatur batas bawah dan batas atas tarif layanan Angkutan Sewa Khusus (ASK) di Kalimantan Timur. Kebijakan ini bertujuan menciptakan kesetaraan tarif antarlayanan transportasi online serta memastikan pengemudi mendapat penghasilan yang layak.

Namun pihak Maxim menyatakan bahwa mereka telah menjalankan isi SK tersebut sejak tiga minggu terakhir di seluruh wilayah Kalimantan Timur. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Government Relation Specialist Maxim Indonesia, Muhammad Rafi Assagaf, dalam keterangan resmi.

“Kami belum menerima penjelasan yang rinci dan transparan mengenai dasar spesifik yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penyegelan,” katanya, Sabtu (2/8/2025).

Lebih lanjut, Rafi menuturkan bahwa Maxim menghormati kewenangan pemerintah daerah dalam mengawasi operasional transportasi daring.

Meski begitu, ia berharap kebijakan yang diambil tetap mengedepankan kejelasan aturan dan keterbukaan informasi.

“Kami menghormati kewenangan pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan terhadap operasional layanan transportasi online,” ucapnya.

Menurutnya, penerapan tarif baru sesuai SK Gubernur justru menimbulkan dampak signifikan terhadap mitra pengemudi. Penurunan jumlah order dan pendapatan dinilai cukup drastis sejak tarif baru diberlakukan.

“Penurunan jumlah order harian mencapai kurang lebih 35 persen dan pendapatan mitra turun hingga 45 persen,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa kondisi ini menunjukkan regulasi tarif yang berlaku belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan di lapangan. Ketimpangan antara kebijakan dan kebutuhan pengguna serta pengemudi disebut menjadi persoalan tersendiri.

Maxim mengklaim bahwa selama ini pihaknya aktif menyampaikan evaluasi data ke pemerintah daerah. Laporan resmi mengenai dampak penerapan tarif telah diserahkan lebih awal sebelum penyegelan terjadi.

Selain itu, Rafi menegaskan bahwa kantor operasional Maxim tidak hanya berfungsi sebagai pusat administrasi, tetapi juga menjadi tempat pelatihan dan layanan bagi para mitra pengemudi.

Maka dari itu, ia menyayangkan langkah penyegelan yang dilakukan tanpa lebih dulu membuka ruang dialog.

“Langkah penertiban seperti penyegelan seharusnya dilakukan dengan sangat hati-hati dan didasarkan pada pendekatan yang mengedepankan dialog,” tegasnya.

Pihak Maxim berharap kebijakan transportasi daring di Kalimantan Timur bisa kembali dikaji bersama, agar tidak merugikan pihak mana pun, baik pengemudi, perusahaan, maupun masyarakat pengguna.

“Kami berharap semua pihak dapat bersama-sama mencari titik temu agar kebijakan transportasi daring benar-benar berpihak pada masyarakat,” pungkasnya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id