Longsor Terjang Proyek Terowongan Selili Usai Hujan Deras, DPRD Samarinda Desak Evaluasi Menyeluruh

Longsor di Terowongan Samarinda. (Foto: Istimewa)

Samarinda, Kaltimetam.id – Hujan deras yang mengguyur Kota Samarinda sejak Senin dini hari (11/5/2025) membawa dampak signifikan terhadap infrastruktur kota. Sejumlah kawasan dilaporkan tergenang banjir, sementara beberapa titik rawan longsor mengalami kerusakan serius. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah longsornya area proyek strategis Terowongan Selili, proyek kebanggaan Pemerintah Kota Samarinda yang sejak awal digadang-gadang sebagai solusi untuk kemacetan lalu lintas di wilayah tengah kota.

Proyek yang menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap ini kini menjadi sorotan tajam setelah sebagian struktur penahan tebing di sekitarnya mengalami kerusakan dan longsor. Dampak longsor tersebut bukan hanya menghambat proses pembangunan, namun juga mengancam keberlangsungan proyek yang telah menelan anggaran besar dari APBD Kota Samarinda.

Terowongan Selili merupakan proyek ambisius Pemkot Samarinda. Selain sebagai jalur alternatif yang mengurai kemacetan, terowongan ini juga dirancang untuk mendukung mobilitas perkotaan yang lebih efisien dan terintegrasi. Namun longsor yang terjadi akibat guyuran hujan deras mengungkap adanya potensi kelalaian dalam aspek teknis dan perencanaan konstruksi.

Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menyampaikan keprihatinan dan kritik tajam terhadap insiden ini. Ia mendesak agar Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda segera melakukan investigasi menyeluruh guna mengetahui penyebab utama longsor, serta mengevaluasi kelayakan struktur penahan tebing di lokasi proyek.

“Dugaan awal kami, longsor ini terjadi akibat kerusakan struktur penahan. Bisa jadi ada kesalahan dalam perhitungan beban atau kurangnya antisipasi terhadap kondisi cuaca ekstrem,” tegasnya.

Ia menambahkan, dalam proyek berskala besar dan bernilai strategis seperti Terowongan Selili, perencanaan teknis seharusnya mengantisipasi risiko bencana alam seperti hujan deras yang sering melanda Samarinda.

Rohim juga menyoroti tanggung jawab kontraktor pelaksana proyek. Menurutnya, apabila ditemukan unsur kelalaian atau pelanggaran prosedur teknis dalam pembangunan, maka PUPR harus bertindak tegas dengan memberikan sanksi atau bahkan mengganti kontraktor bila diperlukan.

“Jangan sampai uang rakyat terbuang sia-sia. Kita tidak bisa main-main dalam urusan infrastruktur publik. Jika terbukti ada kelalaian, maka harus ada konsekuensi,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya pengawasan ketat dalam setiap tahapan proyek. Menurut Rohim, kasus longsor ini merupakan bukti lemahnya pengawasan dari pihak dinas teknis terhadap pelaksanaan di lapangan. Ia mendesak agar proyek-proyek serupa ke depan tidak hanya dinilai dari sisi fisik dan anggaran, tetapi juga dari kesiapan teknis terhadap risiko lingkungan.

Kasus longsor di Terowongan Selili menjadi peringatan keras bagi seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Samarinda. Kota ini memang dikenal memiliki tantangan besar dalam manajemen lingkungan dan infrastruktur karena kontur tanah yang tidak stabil serta curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus selalu disertai kajian teknis dan risiko yang menyeluruh.

Dalam konteks ini, Rohim menilai perlu adanya audit menyeluruh atas proyek-proyek strategis yang sedang berjalan maupun yang akan direncanakan.

“Jangan sampai hanya karena ambisi mengejar target pembangunan, aspek keselamatan dan keberlanjutan diabaikan. Kita butuh pembangunan yang aman, berkualitas, dan tahan terhadap bencana,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id