Samarinda, Kaltimetam.id – Pemerintah Kota Samarinda telah mengusung program sekolah gratis sebagai bagian dari upaya mendorong akses pendidikan yang inklusif dan berkeadilan. Melalui surat edaran resmi, Wali Kota Samarinda telah melarang secara tegas segala bentuk pungutan di sekolah-sekolah negeri, termasuk kewajiban membeli buku atau Lembar Kerja Siswa (LKS).
Namun, menjelang Tahun Ajaran Baru 2025/2026, kebijakan tersebut tampaknya belum sepenuhnya berjalan di lapangan. Sejumlah laporan dari orang tua siswa menyebut masih adanya praktik pungutan tersembunyi, terutama dalam bentuk pembelian buku yang diwajibkan oleh pihak sekolah.
Kondisi ini menuai perhatian serius dari DPRD Kota Samarinda, khususnya Komisi IV yang membidangi sektor pendidikan. Anggota Komisi IV, Ismail Latisi, menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan kebijakan sekolah gratis. Menurutnya, jika pungutan masih terjadi di sekolah negeri, maka pemerintah harus bertindak cepat dan tegas.
“Sekolah negeri berada langsung di bawah tanggung jawab Pemerintah Kota Samarinda. Jika masih ada pungutan, ini menunjukkan adanya ketidaksepahaman atau bahkan pembangkangan terhadap kebijakan. Ini harus segera dievaluasi,” ujar Ismail.
Ismail menegaskan, kebijakan sekolah gratis bukan hanya sebatas penghapusan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), melainkan mencakup seluruh biaya pendidikan dasar yang membebani siswa. Dalam konteks ini, pungutan berupa kewajiban membeli buku atau alat tulis dari pihak sekolah juga termasuk pelanggaran.
Pemerintah Kota Samarinda sebelumnya telah menyiapkan langkah-langkah konkret dalam mendukung kebijakan ini. Selain menerbitkan surat edaran larangan pungutan, Pemkot juga menyediakan perlengkapan belajar gratis serta mengganti buku paket dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disubsidi.
Namun demikian, Ismail menduga bahwa ada dua kemungkinan penyebab praktik pungutan masih terjadi: pertama, kurangnya alokasi atau keterlambatan pencairan dana BOS, dan kedua, minimnya komunikasi antara Dinas Pendidikan dan pihak sekolah.
“Kalau memang dana BOS belum mencukupi, maka itu harus dibicarakan secara terbuka. Jangan malah dibebankan kepada siswa. Tapi kalau ini soal miskomunikasi atau ada kepala sekolah yang bertindak di luar aturan, maka harus ditindak,” tegasnya.
Lebih lanjut, DPRD mendesak Dinas Pendidikan Kota Samarinda untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sekolah-sekolah negeri yang diduga masih menerapkan pungutan. Hasil dari sidak tersebut, kata Ismail, akan menjadi dasar bagi DPRD untuk menentukan langkah pengawasan selanjutnya, termasuk kemungkinan menjatuhkan sanksi administratif terhadap pihak sekolah yang melanggar.
Ia juga meminta agar Pemkot membuka kanal pengaduan publik agar masyarakat dapat melaporkan secara langsung jika menemukan praktik pungutan liar di sekolah. Menurutnya, banyak orang tua siswa yang masih belum memahami bahwa mereka berhak menolak pungutan apa pun di sekolah negeri.
“Kita tidak ingin program sekolah gratis hanya menjadi slogan. Ini soal keadilan sosial. Pendidikan adalah hak dasar, dan pemerintah wajib menjaminnya,” katanya.
Ismail juga menambahkan, ke depan, DPRD akan mendorong lahirnya regulasi turunan berupa peraturan wali kota (Perwali) untuk memperkuat surat edaran yang sudah ada. Dengan regulasi yang lebih mengikat secara hukum, diharapkan tidak ada lagi ruang abu-abu dalam penerapan kebijakan pendidikan gratis.
Sejumlah pengamat pendidikan di Samarinda turut menyayangkan masih adanya celah dalam implementasi sekolah gratis. Mereka menilai, keberhasilan kebijakan ini tidak hanya bergantung pada dokumen dan alokasi anggaran, tetapi juga pada komitmen kolektif dari seluruh pihak, termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan orang tua.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Dinas Pendidikan Kota Samarinda belum memberikan pernyataan resmi terkait temuan dugaan pungutan di sekolah negeri. Namun, sumber internal menyebut bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan edaran wali kota akan diperketat menjelang masuknya tahun ajaran baru.
DPRD Kota Samarinda berharap agar seluruh perangkat pemerintahan dapat memperkuat koordinasi untuk menuntaskan permasalahan ini. Pendidikan gratis harus menjadi kenyataan, bukan sekadar janji dalam dokumen.
“Kalau program ini berjalan dengan baik, masyarakat akan merasakan langsung manfaatnya. Tapi kalau kebijakan dan realitas tak sejalan, maka kepercayaan publik yang akan hilang. Kita tidak boleh membiarkan itu terjadi,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id