Samarinda, Kaltimetam.id – Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Timur 2026 memasuki fase yang serba tidak pasti. Alih-alih diumumkan pada Jumat (21/11/2025) seperti jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan, pemerintah daerah justru terpaksa menahan diri karena belum adanya dasar hukum final dari pemerintah pusat.
Situasi ini membuat ruang gerak daerah terbatas. Kaltim, seperti halnya provinsi lain, membutuhkan kepastian regulasi untuk menentukan besaran upah minimum tahun depan. Namun, keputusan final dari pemerintah pusat terkait formula baru UMP belum juga turun.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Rozani Erawadi, menjelaskan bahwa pihaknya belum dapat mengambil langkah apa pun sebelum ada kepastian hukum dari Jakarta.
Ia menegaskan bahwa hingga Jumat siang, belum ada instruksi resmi yang dapat dijadikan dasar mengumumkan UMP 2026.
“UMP belum dapat diumumkan pada hari ini,” katanya melalui pesan WhatsApp.
Pemerintah pusat sendiri sebelumnya sudah memberi sinyal bahwa jadwal pengumuman UMP kemungkinan bergeser. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, memastikan penundaan terjadi karena pemerintah masih memfinalisasi regulasi baru sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut mewajibkan pemerintah menyesuaikan kembali rumus penghitungan upah minimum.
Penundaan ini membuat daerah tidak memiliki ruang improvisasi. Menurut Rozani, Kaltim belum dapat mengeluarkan surat edaran maupun keputusan apa pun karena dokumen dari kementerian pun belum diterima.
“Masih menunggu keputusan dari pusat,” ujarnya.
“Surat edaran dari Kementerian, belum ada,” tegasnya.
Kondisi ini menimbulkan sejumlah pertanyaan di kalangan buruh maupun perusahaan. Tahun lalu, kenaikan UMP dan UMK ditetapkan rata-rata 6,5 persen, kebijakan yang diputuskan langsung oleh pemerintah pusat. Kaltim mengikuti ketentuan itu, dan kenaikan tersebut berlaku seragam di berbagai kabupaten/kota.
“Kenaikan 6,5 persen tahun kemarin. Untuk angka Rp4 juta bisa dicek pada UMK Berau,” paparnya.
Jika situasi ketidakpastian berlarut, konsekuensinya dapat berdampak pada perencanaan anggaran perusahaan menjelang tahun buku baru.
Sementara bagi pekerja, kepastian mengenai kenaikan upah menjadi penting untuk mengantisipasi tekanan biaya hidup yang terus meningkat.
Sementara itu, kemungkinan adanya rapat bersama DPRD juga masih menunggu dinamika di parlemen daerah. Rozani menegaskan pemerintah siap kapan pun dipanggil untuk menjelaskan situasi yang terjadi.
“Tergantung DPRD Kaltim, kami siap saja kalau diminta penjelasan mengenai hal dimaksud,” ucapnya.
Di sisi lain, serikat pekerja mulai menyoroti implikasi hukum dari keterlambatan ini. Ketua Korwil KSBI Kaltim, Bambang Setiono, mengingatkan bahwa aturan dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 tetap berlaku dan harus dipatuhi. Aturan itu secara jelas menyebutkan bahwa UMP wajib diumumkan paling lambat 21 November setiap tahun.
“Dalam aturan, kalau tidak ada penetapan, wajib dan harus ada pengumuman tertulis,” pungkas Bambang. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id







