Samarinda, Kaltimetam.id – Dugaan malpraktik yang terjadi di Rumah Sakit Haji Darajat menjadi sorotan di DPRD Kota Samarinda. Kasus ini mencuat setelah seorang pasien, Ibu Rais, melaporkan bahwa prosedur medis penting tidak dijalankan sebelum tindakan operasi dilakukan.
Dugaan pelanggaran prosedur medis ini telah memicu kekhawatiran masyarakat dan meminta pertanggungjawaban dari pihak terkait. Untuk itu, DPRD Kota Samarinda menggelar hearing pada Kamis (8/5/2025) guna membahas hal ini lebih lanjut.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, S.Pd, dalam kesempatan itu menegaskan bahwa pihak DPRD hanya bertindak sebagai fasilitator dalam menyelesaikan masalah ini.
“Kami tidak bisa langsung menyimpulkan apakah benar terjadi malpraktik atau tidak. Itu bukan ranah kami, tetapi kami berperan sebagai fasilitator agar semua pihak yang terkait bisa duduk bersama, mengklarifikasi masalah ini, dan mencari solusi yang tepat,” ujarnya.
Dugaan malpraktik ini berawal dari laporan kuasa hukum Ibu Rais yang menyampaikan bahwa ada prosedur medis yang seharusnya dijalankan sebelum tindakan operasi, namun diduga dilewatkan oleh pihak rumah sakit. Hal inilah yang kemudian menjadi titik awal dari dugaan pelanggaran prosedur medis, yang jika terbukti, bisa berakibat pada dampak hukum bagi pihak rumah sakit dan tenaga medis yang terlibat.
Hearing tersebut menghadirkan berbagai pihak yang terkait dalam kasus ini. Pihak korban, kuasa hukum korban, Dinas Kesehatan, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hadir untuk memberikan klarifikasi dan pendapat mengenai permasalahan tersebut. Sementara itu, DPRD juga berencana mengundang beberapa pihak lain pada pertemuan berikutnya, seperti BPJS, manajemen RS Haji Darajat, serta dokter yang terlibat dalam tindakan medis tersebut, yakni dr. Darwin, untuk memberikan klarifikasi lanjutan.
Lebih lanjut, Ismail Latisi juga menekankan bahwa untuk memastikan kebenaran dari dugaan malpraktik ini, audit internal perlu dilakukan oleh IDI. Menurutnya, IDI memiliki kewenangan dan kapasitas untuk melakukan penilaian secara profesional dan objektif.
“Kami menyerahkan penilaian ini kepada IDI karena mereka lebih ahli dalam hal ini. Jika memang ada pelanggaran, tentu harus ada pertanggungjawaban yang sesuai,” jelasnya.
Meski Rumah Sakit Haji Darajat sudah ditutup, Ismail menegaskan bahwa penutupan rumah sakit tersebut tidak menghapuskan kewajiban hukum dan etika yang harus dijalankan oleh pihak rumah sakit dan tenaga medis.
“Walaupun rumah sakit tersebut sudah tutup, kewajiban hukum dan etika tetap berlaku. Jika ada malpraktik yang terbukti terjadi, maka pihak rumah sakit dan tenaga medis tetap harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Penutupan RS Haji Darajat juga menimbulkan keprihatinan terkait ketersediaan fasilitas kesehatan di Samarinda. Ismail menyayangkan penutupan rumah sakit tersebut karena berdampak pada ketersediaan ruang rawat inap yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Samarinda.
“Kami tidak ingin rumah sakit tutup, karena kebutuhan ruang rawat inap masih sangat tinggi. Masyarakat sangat membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Namun, ini adalah soal manajemen rumah sakit yang harus diurus dengan baik, terlepas dari kasus dugaan malpraktik ini,” tambahnya.
DPRD Samarinda berharap agar penyelesaian kasus ini bisa dilakukan dengan cara yang lebih damai melalui mediasi antara pihak rumah sakit, korban, dan keluarga korban. Namun, jika mediasi tidak membuahkan hasil yang memadai, Ismail memastikan bahwa proses hukum akan tetap terbuka lebar.
“Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan, tetapi jika itu tidak berhasil, kami mendukung langkah hukum yang sesuai untuk menyelesaikan masalah ini,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id