Kampung Ketupat, Simbol Hidupnya Tradisi dan Ekonomi Warga Samarinda Seberang

Kampung Ketupat, Samarinda Seberang. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Di tepi Sungai Mahakam, tepatnya di Kelurahan Masjid, Samarinda Seberang, berdiri sebuah kampung yang tak hanya menjual pesona wisata, tetapi juga menjaga denyut tradisi yang diwariskan lintas generasi. Warga menyebutnya Kampung Ketupat, kawasan yang kini menjadi ikon wisata anyaman tradisional di Samarinda.

“Itu sesuai dengan tematiknya ya, adanya kearifan lokal, banyaknya para pengrajin anyam ketupat yang dilakoni secara turun-temurun,” ungkap Ketua Pokdarwis Kampung Ketupat, Abdul Aziz, Senin (11/08/2025).

Awalnya, kawasan ini lebih dikenal sebagai Mangkupalas. Gagasan menjadikannya destinasi wisata muncul pada 2017 lewat SK Wali Kota Samarinda. Setahun kemudian, pembangunan dimulai, hingga akhirnya diresmikan pada Januari 2019.

Sejak saat itu, Kampung Ketupat mulai mencuri perhatian wisatawan, terutama yang ingin merasakan suasana kampung tradisional Banjar di tengah kota.

“Pokdarwis berperan sebagai pengelola dari segi pengelolaan dan menciptakan Sabda Pesona di lingkungan destinasi wisata,” ujarnya.

Pengelolaan yang rapi membuat Kampung Ketupat mendapat dukungan penuh dari pemerintah kota. Dua unit mobil wisata disediakan untuk mengantar pengunjung berkeliling ke titik-titik menarik di sekitar kawasan, mulai dari Masjid Tua Siratul Mustaqim hingga Kampung Tenun yang tak kalah memikat.

“Mobil wisata itu nanti kita berdayakan untuk pengunjung melakukan pelesiran ke beberapa titik yang kita tentukan,” jelasnya.

Setiap akhir pekan, suasana kampung ini menjadi ramai. Rata-rata 300 hingga 400 orang datang, tak hanya dari Samarinda, tetapi juga dari daerah lain seperti Yogyakarta, Berau, Tenggarong, bahkan Bogor. Kepala Dinas Pariwisata Kota Jogja pun pernah menyempatkan diri datang, merasakan langsung keramahan warga dan lengkapnya fasilitas di kampung ini.

“Kita juga mengedukasi para pengunjung yang ingin mendatangi para pengrajin, bahkan bisa terlibat langsung dalam pembuatan ketupat,” tuturnya.

Bagi para pelancong, pengalaman tak hanya berhenti di wisata kuliner. Mereka juga bisa belajar membuat ketupat langsung dari tangan-tangan terampil pengrajin lokal. Homestay tersedia bagi yang ingin bermalam, lengkap dengan fasilitas umum seperti toilet dan masjid, membuat kunjungan terasa lebih nyaman.

“Seiring waktu tantangan bisa teratasi karena Pokdarwis berperan dalam penataan dan tata kelola. Pemerintah juga selalu mendukung asal kita mengajukan,” ucapnya.

Bagi Henni, pengunjung asal Samarinda, pesona Kampung Ketupat bukan hanya pada kulinernya, tetapi juga pada kebersihan dan kenyamanannya.

“Kesan saya bagus, kampungnya bersih, banyak kulinernya, ada gazebo-gazebo yang bagus dan unik,” ujarnya.

Sementara itu, Arianti dari Loajanan datang dengan tujuan yang jelas, menemukan soto Banjar dengan cita rasa autentik seperti di kampung halaman.

“Karena pengen makan soto Banjar. Jujur saya orang Banjar asli ya, jarang saya nemu soto yang benar-benar soto Banjar, tapi di sini seperti rasa yang saya inginkan,” katanya.

Kampung Ketupat membuktikan bahwa wisata tidak selalu soal hiburan modern. Di sini, setiap helai janur yang dianyam, setiap senyum yang menyambut tamu, adalah bagian dari cerita panjang sebuah tradisi yang terus hidup. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id