Kaltim, Kaltimetam.id – Wajah kota-kota besar di Kalimantan Timur (Kaltim) seperti Samarinda dan Balikpapan masih dihiasi pemandangan yang tak kunjung hilang, yakni anak jalanan (anjal), gelandangan, dan pengemis (gepeng) yang beraktivitas di persimpangan jalan, trotoar, hingga pusat keramaian. Fenomena ini menjadi potret lama yang terus berulang, meski berbagai regulasi telah lama dibuat.
Di balik keberadaan mereka, tersimpan persoalan pelik yang tak cukup ditangani hanya dengan penertiban. Ada lingkaran ketergantungan yang terus berputar, salah satunya disebabkan oleh masih banyaknya masyarakat yang memberikan uang secara langsung.
“Kendala utama yang kami hadapi adalah lemahnya penegakan aturan. Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang memberikan uang langsung, dan ini justru memperkuat pola ketergantungan tersebut,” ujar Kepala Dinas Sosial Provinsi Kaltim, Andi Muhammad Ishak, Selasa (15/7/2025).
Menurutnya, penertiban oleh Satpol PP memang berjalan rutin, namun tanpa diiringi pembinaan dan rehabilitasi yang berkelanjutan, para anjal dan gepeng cenderung kembali ke jalan. Bahkan sebagian besar dari mereka kembali ke titik semula hanya beberapa hari setelah dijangkau.
Kapasitas panti sosial yang terbatas menjadi kendala lain. Tidak semua dapat tertampung, sementara angka pertumbuhan mereka di jalanan terus naik setiap waktu.
“Tidak semua dari mereka bisa langsung dibina. Banyak yang kembali ke jalan karena tidak ada pengawasan setelah masa rehabilitasi, ditambah lagi solusi ekonomi yang layak masih belum tersedia,” jelas Andi.
Karena itu, Dinsos Kaltim mendorong perlunya pendekatan yang menyeluruh. Tak hanya penegakan hukum, tetapi juga kerja sama antarsektor. Pemerintah kabupaten/kota, aparat penegak hukum, dan masyarakat harus bersinergi dalam penanganan ini.
“Permasalahan ini tidak akan selesai jika hanya diserahkan pada satu instansi. Harus ada kolaborasi dari seluruh pihak agar penanganannya komprehensif,” tegasnya.
Langkah konkret telah dilakukan. Dinsos kini mengoperasikan fasilitas rehabilitasi yang meliputi sembilan layanan seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pelatihan keterampilan, layanan kesehatan, pembinaan spiritual, dan pemulangan ke daerah asal.
Bahkan, salah satu panti yang sebelumnya digunakan untuk perempuan korban kekerasan kini difungsikan ulang untuk menangani gepeng.
Namun, Andi menegaskan, program terbaik pun tidak akan berarti jika pola pikir publik tidak ikut berubah. Memberi uang langsung di jalan hanya akan memperpanjang masalah.
“Selama masih ada yang memberi, mereka akan terus kembali ke jalan. Karena itu, penegakan regulasi dan perubahan pola pikir masyarakat harus berjalan seiring,” tutupnya. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id