Samarinda, Kaltimetam.id – Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur berskala besar di Kota Samarinda, seperti proyek Teras Samarinda dan pembangunan terowongan bawah tanah, masih ada ironi pembangunan yang menyisakan tanda tanya besar yaitu sebuah kelurahan di jantung kota belum memiliki kantor sendiri dan masih menumpang di bangunan sewaan.
Kelurahan Karang Mumus, yang terletak strategis di pusat Kota Samarinda dan melayani lebih dari 5.000 jiwa, saat ini masih harus menjalankan operasional pemerintahan dari sebuah bangunan sewa yang dinilai jauh dari kata layak.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Adnan Faridhan menyatakan keprihatinannya atas kondisi yang dialami kelurahan tersebut. Ia menilai hal ini mencerminkan ketimpangan dalam prioritas pembangunan kota.
“Ini ironis. Kota membangun proyek-proyek megah dengan anggaran fantastis, sementara pelayanan dasar seperti kantor kelurahan malah terabaikan. Ini menyangkut akses masyarakat terhadap pelayanan publik yang seharusnya menjadi prioritas utama,” ujar Adnan saat meninjau langsung kantor sementara Kelurahan Karang Mumus.
Menurut Adnan, kantor kelurahan seharusnya menjadi simbol negara hadir di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, ketidakhadiran kantor permanen sangat disayangkan, terutama karena lokasi Kelurahan Karang Mumus yang berada di pusat kota.
Lurah Karang Mumus, Arbain Asyari, mengungkapkan bahwa keterbatasan fasilitas kantor sangat memengaruhi efektivitas pelayanan. Ia menyebut ruang kerja yang sempit, tidak adanya lahan parkir yang memadai, serta gangguan akses jalan sebagai hambatan utama.
“Kantor yang kami tempati ini sangat kecil. Untuk parkir saja hanya muat dua sampai tiga motor. Kalau ada warga yang datang bawa mobil, jalan langsung macet. Kami kesulitan untuk melayani masyarakat secara maksimal,” ujar Arbain.
Kantor lama yang pernah ditempati pun merupakan hibah dari warga dan kini sudah tidak layak pakai. Renovasi sempat diusulkan, namun belum mendapatkan tanggapan serius dari pemerintah kota. Akhirnya, pihak kelurahan memilih menyewa tempat lain demi menjaga kelangsungan pelayanan.
Pihak kelurahan tidak tinggal diam. Berbagai usulan lokasi untuk pembangunan kantor permanen telah diajukan. Salah satunya adalah lahan di sekitar Ruang Terbuka Hijau (RTH) dekat Jembatan Kehewanan. Namun, hingga kini, belum ada kepastian dari pemerintah.
Selain itu, survei juga dilakukan ke beberapa titik lain yang dinilai strategis, termasuk lahan di dekat Alfamart Jembatan Kecil. Namun, lahan tersebut merupakan milik pribadi dan proses pembebasannya masih terganjal pada tahap koordinasi antara Bagian Aset dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
“Kami sudah bertemu langsung dengan pemilik lahan dan Bagian Aset, tapi sepertinya terkendala anggaran. Kami berharap bisa masuk ke APBD Perubahan tahun ini, atau setidaknya dianggarkan di APBD 2026,” tambah Arbain.
Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, Adnan Faridhan menegaskan bahwa DPRD akan mengawal proses penyediaan kantor kelurahan ini secara serius. Ia menilai pelayanan publik tidak boleh dikorbankan hanya karena alasan administrasi atau teknis.
“Ini bukan sekadar soal bangunan, tapi tentang keadilan pembangunan dan pelayanan masyarakat. Kantor kelurahan adalah titik pertama warga bersentuhan dengan pemerintah. Tidak layak jika tempat itu justru diabaikan,” tegas Adnan.
Ia juga menyatakan bahwa Komisi I akan segera menyusun rekomendasi resmi kepada pemerintah kota, Bagian Aset, serta BKD untuk mempercepat proses pengadaan kantor kelurahan permanen.
Kasus Kelurahan Karang Mumus menyoroti pentingnya keberpihakan dalam pembangunan. Di tengah gemerlap proyek infrastruktur dan pusat-pusat ekonomi baru, kebutuhan dasar masyarakat seperti pelayanan kelurahan tak boleh dilupakan.
“Masyarakat tidak butuh gedung mewah, tapi butuh pelayanan yang mudah dijangkau, nyaman, dan manusiawi,” pungkasnya. (Adv/DPRDSamarinda/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id