Samarinda, Kaltimetam.id – Gelombang kecaman publik meluas setelah video sejumlah pemuda menunggangi penyu hijau di Pulau Derawan, Kabupaten Berau, viral di media sosial. Rekaman berdurasi singkat itu memperlihatkan seorang pemuda berbaju kuning menaiki punggung penyu, sementara rekan-rekannya tertawa dan merekam.
Aksi tersebut dinilai mencoreng citra Pulau Derawan yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata bahari kelas dunia sekaligus habitat alami penyu hijau.
Dalam video yang beredar, terlihat jelas seekor penyu hijau sedang merangkak di bibir pantai. Alih-alih menjaga jarak, para pemuda justru memperlakukannya sebagai bahan candaan. Salah seorang menaiki punggung satwa dilindungi itu, sementara yang lain bersorak. Tindakan tersebut sontak memicu kemarahan warganet. Banyak yang menilai perbuatan itu merusak citra pariwisata Berau dan mengancam kelestarian satwa laut.
Kecaman bermunculan dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat lokal hingga aktivis lingkungan. Penyu hijau (Chelonia mydas) bukan hanya ikon wisata Pulau Derawan, tetapi juga satwa langka yang statusnya dilindungi hukum.
Kapolsek Pulau Derawan, AKP Iwan Purwanto, mengungkapkan pihaknya mengamankan lima pemuda yang terlibat. Mereka adalah YO (25) asal Pulau Derawan, FAS (21), AB (21), dan EAF (21) warga Samarinda, serta JKG (21) warga Tanah Grogot. Dari lima orang itu, empat diketahui masih berstatus mahasiswa.
“Tak lama setelah video mereka viral, kami langsung melakukan penelusuran dan berhasil mengamankan para pelaku,” jelas AKP Iwan.
Para pemuda itu kemudian dibawa ke Kantor Kepala Kampung Pulau Derawan. Proses klarifikasi dilakukan secara terbuka dengan disaksikan perangkat kampung dan aparat keamanan. Dalam forum tersebut, kelimanya mengakui kesalahan dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat.
Dalam sebuah video resmi, salah seorang pelaku mewakili rekan-rekannya menyampaikan penyesalan mendalam.
“Kami meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Berau, khususnya Kepulauan Derawan. Kami sadar telah melakukan tindakan tidak terpuji terhadap satwa yang dilindungi. Kami berjanji tidak akan mengulanginya kembali,” ujarnya.
Terakhir, AKP Iwan menegaskan, kasus itu diselesaikan melalui jalur mediasi dengan kesepakatan bersama. Para pemuda tidak dikenakan sanksi hukum, namun diwajibkan membuat klarifikasi resmi sebagai bentuk tanggung jawab moral.
“Harapan kami, ini menjadi pelajaran penting bagi para pelaku maupun wisatawan lainnya agar tidak sembarangan memperlakukan satwa dilindungi,” tutupnya.
Meski sudah ada permintaan maaf, penyelesaian kasus ini dengan jalur damai justru menuai kritik keras.
Founder sekaligus Leader Animals Hope Shelter, Christian Joshua Pale, menilai tindakan para pemuda tidak bisa dianggap sepele. Menurutnya, proses hukum seharusnya tetap berjalan agar ada efek jera.
“Tidak ada jalan damai untuk kasus ini. Perbuatan mereka bukan hanya iseng, tapi ada kesengajaan karena direkam lalu dipublikasikan ke media sosial. Kalau tidak dihukum, orang lain akan meniru. Ini harus diproses hukum supaya ada efek jera,” tegas Christian.
Ia mengingatkan, penyu hijau dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku yang mengganggu atau merusak satwa dilindungi dapat dikenai hukuman penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp100 juta.
“Kalau semua berakhir damai, undang-undang itu jadi tak berarti. Polisi seharusnya menegakkan hukum, bukan sekadar mencari solusi instan,” kritiknya.
Kasus ini menambah daftar panjang tantangan konservasi satwa di Berau. Pulau Derawan merupakan salah satu lokasi utama penyu hijau bertelur. Setiap tahun, ribuan penyu datang ke pesisir untuk berkembang biak. Namun, habitat mereka terus terancam oleh aktivitas manusia, mulai dari perburuan telur, pencemaran laut, hingga perilaku wisatawan yang tidak bertanggung jawab.
“Penyu bisa stres, kehilangan orientasi, bahkan gagal berkembang biak jika terus diganggu. Ini bukan sekadar soal hiburan anak muda, tapi menyangkut kelangsungan ekosistem laut,” katanya.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa menjaga kelestarian satwa bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dan wisatawan. Pulau Derawan yang dikenal dunia sebagai surga bahari kini tercoreng oleh perilaku segelintir orang.
Warga berharap aparat lebih tegas menindak setiap pelanggaran hukum terhadap satwa dilindungi. Di sisi lain, edukasi kepada pengunjung perlu diperkuat agar tidak ada lagi satwa yang menjadi korban keisengan.
“Bagi masyarakat Berau, penyu hijau bukan sekadar satwa, tetapi simbol identitas daerah. Perilaku merusak seperti ini tidak boleh lagi terjadi. Hukum harus ditegakkan agar pesan konservasi benar-benar sampai,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id