Ancaman Daya Dukung Lingkungan Mengiringi Wacana Pengembangan RS Korpri

Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Wacana pengembangan RSUD Aji Muhammad Salehuddin (AMS) II atau RSUD Korpri di kawasan Sempaja Selatan dinilai tidak cukup hanya dibingkai sebagai upaya peningkatan layanan kesehatan. Di balik rencana tersebut, terdapat konsekuensi tata ruang dan lingkungan yang dinilai berisiko jika tidak ditangani secara komprehensif.

Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, mengingatkan bahwa karakter kawasan Sempaja Selatan memiliki fungsi ekologis penting, khususnya sebagai wilayah resapan air.

Kondisi tersebut menjadikan setiap perubahan bentang alam di area itu harus melalui kajian teknis yang ketat dan berbasis data.

Deni menyoroti fakta bahwa kawasan Sempaja kerap mengalami genangan meski hujan tidak berlangsung lama.

Hal itu, menurutnya, menjadi indikator bahwa daya dukung lingkungan di wilayah tersebut sudah berada pada titik rawan.

“Hujan sebentar saja sudah menimbulkan genangan. Artinya, kapasitas resapan air di kawasan itu tidak bisa lagi dianggap aman untuk perubahan lahan tanpa perhitungan matang,” ungkapnya, Selasa (30/12/2025).

Ia menilai, aktivitas pematangan lahan seperti pengurukan atau pemadatan berpotensi memperparah kondisi tersebut apabila tidak diiringi dengan sistem pengendalian air yang memadai.

Karena itu, aspek hidrologi harus menjadi perhatian utama dalam perencanaan pengembangan rumah sakit.

Selain persoalan lingkungan, Deni juga menekankan pentingnya kepatuhan administratif. Ia menegaskan bahwa meskipun lahan RS Korpri merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, seluruh aktivitas pembangunan di wilayah Kota Samarinda tetap berada dalam koridor regulasi pemerintah kota.

Menurutnya, dokumen yang sempat terbit sebelumnya masih sebatas rekomendasi dan belum dapat dikategorikan sebagai izin teknis. Tanpa terpenuhinya izin dari instansi terkait, khususnya Dinas PUPR Kota Samarinda, pekerjaan fisik seharusnya belum dapat dilaksanakan.

“Rekomendasi tidak bisa disamakan dengan izin teknis. Itu dua hal yang berbeda dan tidak boleh dilompati,” tegasnya.

Deni menepis anggapan bahwa DPRD bersikap menghambat pembangunan RS Korpri. Ia menegaskan bahwa lembaganya mendukung penuh penguatan layanan kesehatan.

Namun, dukungan tersebut harus disertai kepatuhan terhadap aturan dan komitmen mitigasi dampak lingkungan.

Ia mendorong agar konsep pembangunan sejak awal mengintegrasikan solusi pengendalian air, mulai dari sistem drainase memadai, kolam retensi, hingga sumur resapan yang terencana secara menyeluruh.

“Pembangunan rumah sakit harus menjadi solusi bagi masyarakat, bukan malah memunculkan persoalan baru bagi lingkungan sekitar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Deni menilai koordinasi lintas instansi menjadi faktor krusial agar tidak terjadi kesenjangan kebijakan. Sinkronisasi antara pemerintah kota, pemerintah provinsi, dan instansi teknis perlu dilakukan sejak tahap perencanaan agar proyek berjalan searah.

“Kalau koordinasi dilakukan dari awal, potensi masalah bisa ditekan. Jangan sampai pembangunan berjalan, tapi persoalan muncul di belakang,” katanya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id