Samarinda, Kaltimetam.id – Panjangnya antrean pemeriksaan CT Scan dan MRI di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS) Samarinda kembali menjadi sorotan. Keterbatasan alat, usia peralatan yang sudah uzur, serta minimnya anggaran menjadi kombinasi masalah yang menghambat kecepatan layanan medis, terutama bagi pasien dengan kondisi darurat seperti stroke.
Kondisi ini dirasakan langsung oleh Jerry (24), warga Samarinda, saat mengantar pamannya menjalani pemeriksaan. Meski dijanjikan segera dipanggil, kenyataannya mereka harus menunggu selama satu bulan hingga akhirnya mendapat giliran.
“Saya antar om saya buat CT scan penyakit stroke, itu nunggu panggilan katanya nanti dipanggil, tapi ternyata satu bulanan baru dipanggil,” ungkap Jerry, Jum’at (1/8/2025).
Ia menyebut bahwa panjangnya daftar tunggu bukan hanya menyulitkan, tetapi juga menambah beban psikologis keluarga pasien.
“Jadi memang kalo kita lihat daftar antriannya itu panjang. Harapannya semoga masyarakat yang berobat nggak harus nunggu lama,” lanjutnya.
Polemik ini tak hanya menjadi keluhan publik, tetapi juga perhatian serius di tingkat legislatif. Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, mengatakan bahwa masalah semacam ini lazim ditemukan di banyak rumah sakit pemerintah daerah, bukan hanya di Samarinda.
“Tapi memang sejauh ini kita tahu bahwa kita kan rumah sakit umum di tempat kita ini tidak hanya di Samarinda, juga ada di kota lain termasuk di Balikpapan. Nah, rata-rata persoalannya sama terkait dengan fasilitas, terkait dengan bangunan, gitu,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa penambahan alat kesehatan tidak bisa dilakukan secara instan karena bergantung pada kondisi keuangan daerah.
“Ya, secara berangsur-angsur kita lakukan penambahan fasilitas. Kecuali kalau APBD kita itu bisa naik praktis, ini malah kecenderungannya untuk turun. Nah itulah, jadi kapasitas fiskal kita memang,” katanya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Plt Direktur RSUD AWS, dr. Indah Puspita Sari, mengungkapkan bahwa sebagian besar alat CT Scan yang digunakan saat ini sudah melewati masa ideal penggunaannya. Tingginya frekuensi pemakaian membuat kondisi alat semakin menurun.
“Ya karena alatnya juga udah tua ya, pemakaian volumenya juga kenceng, jadi ya mohon dimaklumi kalau udah uzur. Semuanya sudah uzur,” ujar dr. Indah.
Namun, ia membantah jika waktu tunggu bisa sampai satu bulan.
“Tapi kalau sampai sebulan sepertinya enggak ya,” tambahnya.
Meski menghadapi keterbatasan, pihak rumah sakit tidak tinggal diam. Langkah-langkah perbaikan sedang dirancang, termasuk peningkatan kualitas alat yang ada.
“Nanti kita upgrade ya, kalau beli baru kayaknya nggak punya duit buat beli. Insya Allah kami akan selesai nanti di tahun ini,” pungkasnya.
Persoalan ini bukan semata soal alat atau anggaran. Ini menyangkut hak dasar masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan cepat.
Ketika sistem tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus bertambah, maka konsekuensinya adalah meningkatnya ketidakpuasan publik, terutama bagi mereka yang menghadapi kondisi kesehatan yang mendesak. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id