Membedah Sistem Digitalisasi Parkir di Samarinda

Salah satu titik parkir di Samarinda yang menggunakan bahu jalan
Salah satu lokasi di Jalan Jenderal Sudirman, Samarinda yang kerap digunakan sebagai parkir. (Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Pengawasan menjadi poin penting dalam tata kelola parkir di Samarinda, sehingga mampu mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab, dengan pengawasan berbasis digitalisasi diklaim mampu menekan kebocoran retribusi di sektor parkir.

Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Perhubungan (Dishub) optimistis, mampu mendongkrak pendapatan dari sektor parkir dua kali lipat dari tahun sebelumnya, sebesar Rp4 miliar. Melalui penerapan e-Parkir, nantinya seluruh kendaraan yang menggunakan 40 titik parkir yang disediakan akan terdata. Sehingga, pengawasan terhadap sistem parkir akan terinci.

Baca berita terkait: Ini Lokasi Titik e-Parkir di Samarinda

Bayar Parkir Pakai Uang Digital

Pun demikian terkait pembayarannya. Dishub akan menerapkan pembayaran jasa parkir secara nontunai atau menggunakan uang digital. Sebab, juru parkir (jukir) binaan Dishub Samarinda turut dilengkapi mesin pembayaran nontunai. Langkah ini dianggap menjadi solusi dari permasalahan pelayanan parkir.

Adapun untuk jukir binaan, akan diberikan upah sesuai Upah Minimum Regional (UMR) Samarinda. Langkah ini tak sekadar untuk meningkatkan kesejahteraan, sekaligus turut menjadi langkah mengantisipasi adanya jukir “nakal”.

“Jadi dengan adanya sistem aplikasi dan pengawasan diharapkan mampu mencegah terjadinya kebocoran. Pola ini semoga bisa meningkatkan PAD,” kata Kepala Bidang Lalu Lintas Jalan Dishub Samarinda, Didi Zulyani kepada Kaltimetam.id belum lama ini.

Jangan Parkir di Bahu Jalan

Upaya optimaslisasi yang akan dijalankan ini mendapat respons positif dari Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya Djoerrani. Hanya saja, menurut dia optimalisasi tata kelola parkir seharusnya turut memperhatikan ruang publik yang ada.

Sebab, titik parkir saat ini masih menggunakan bahu jalan yang ada. Alhasil, akan mengganggu arus kendaraan dan kenyamanan berkendara masyarakat di jalan yang memiliki titik e-Parkir. Salah satunya di Jalan Jendral Sudirman, Samarinda.

Legislator Basuki Rahmat ini berpendapat, seharusnya Pemkot Samarinda berpikir untuk menyediakan kantong-kantong parkir yang tidak menggunakan bahu jalan. Sehingga fasilitas publik bisa digunakan sesuai peruntukannya.

“Soal parkir di tepi jalan itu konsekuensinya menggunakan fasilitas pemerintah, difasilitasi negara karena di bahu jalan. Sebaiknya tidak mengganggu kepentingan pemakai jalan yang lain. Karena suka tidak suka, ketika bahu jalan digunakan titik parkir, baik roda 4 atau roda 2, pasti mengganggu kenyamanan berlalu lintas. Supaya tidak mengganggu, maka tentunya berikan fasilitas. Satu sisi, pemerintah juga harus menyiapkan kenyamanan dan keamanan berkendara, termasuk parkir,” ucapnya.

Retribusi Parkir Bukan Pajak

Legislator dari PDI Perjuangan ini juga menyoroti terkait retribusi yang dipungut dari titik parkir di bahu jalan. Menurutnya, retribusi yang dipungut itu seharusnya tidak diperhitungkan sebagai pendapatan, melaikan pembinaan yang nantinya harus dikembalikan ke masyarakat atau pelayanan publik.

“Retribusi itu marwahnya bukan pendapatan tapi pembinaan yang dikembalikan ke masyarakat atau pelayanan publik. Jadi harus dipahami dulu dari segi itu, karena kalau mengejar pendapatan kan mesti ada yang kita optimalkan untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi. Jadi biar tidak salah kaprah, retribusi itu sifatnya memungut untuk pelayanan ke masyarakat,” ungkapnya.

Libatkan Swasta untuk Kelola Parkir

Namun dia berpendapat bahwa dalam pengelolaan parkir juga diperlukan keterlibatan pihak swasta. Selain untuk meminimalisasi alih fungsi bahu jalan menjadi lahan parkir, Pemkot Samarinda juga mendapatkan pajak parkir swakelola tersebut.

“Kantong parkir itu bisa diswakelola dengan pihak ketiga. Contohnya parkir di rumah sakit umum, dikelola pihak swasta, pemerintah menarik pajak parkir. Dari situ kita bicara pendapatan hasil parkir, karena pajak. Makanya perlu diberikan ke pihak swasta untuk membuat kantong-kantong parkir. Saya kira memang ada dua opsi berbeda. Satu opsi dari pajak, satu lagi dari retribusi,” imbuhnya.

Jukir e-Parkir Harus Diseleksi

Persoalan upah jukir binaan pun turut mendapatkan sorotan dari Angkasa. Menurutnya hal itu menjadi langkah yang sangat baik. Namun, perlu dilakukan seleksi jukir penerima UMR tersebut lebih dalam. Jika pun nantinya terlaksana, 40 jukir yang nantinya mendapatkan kesempatan, sudah dilakukan uji seleksi.

Baca berita terkait: Jadi Juri e-Parkir di Samarinda Gajinya UMR

Sebab, dari langkah tersebut bisa menjadi uji coba dalam sistem retribusi parkir. Terutama demi mencegah kebocoran yang disebabkan jukir “nakal”.

“Memang ada juga beberapa daerah yang juga gunakan sistem itu, jukir binaan itu dijadikan tenaga kontrak dishub. Tapi memang harus ada pembinaan dan uji coba jadi biar maksimal dulu. Strategi Dishub itu tentunya mereka yang tahu kondisi di lapangan, kenapa ada 40 yang diberi pendapatan tetap, sedangkan yang lain bagi hasil. Mungkin ini bentuk uji coba sistem parkir kita. Andai bisa diterapkan dan memang optimal bisa ditingkatkan nantinya,” jelas dia. (DYS/RTA)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Baca berita terkait di Samarinda: Operasi Pasar Murah Tekan Inflasi di Samarinda