Kebakaran Jadi Tontonan Warga, Akses Pemadam di Samarinda Kerap Terhambat

Warga berkerumun di lokasi kejadian kebakaran dikawasan Bukuan menyebabkan akses susah bagi Damkar Samarinda. (Foto: Istimewa)

Samarinda, Kaltimetam.id – Fenomena warga berkerumun dan menonton kebakaran kembali menjadi sorotan serius di Kota Samarinda. Dalam sejumlah peristiwa kebakaran, kehadiran penonton justru kerap menghambat akses mobil pemadam kebakaran dan relawan menuju lokasi kejadian, sehingga memperlambat proses pemadaman api dan meningkatkan risiko meluasnya kebakaran.

Kondisi tersebut kembali terlihat saat kebakaran melanda kawasan permukiman di Jalan Gunung Sari, Kelurahan Bukuan, Kecamatan Palaran, Minggu malam (28/12/2025). Meski api akhirnya berhasil dipadamkan, petugas menghadapi kesulitan akibat padatnya warga yang menonton di sekitar lokasi, hingga mempersempit ruang gerak armada pemadam.

Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Samarinda, Hendra AH, menyebut perilaku warga yang menjadikan kebakaran sebagai tontonan sudah menjadi persoalan berulang yang belum sepenuhnya teratasi.

“Ini fenomena yang terus terjadi. Setiap ada kebakaran, warga justru berkerumun dan menonton, bahkan sampai menutup akses jalan. Padahal yang dibutuhkan adalah ruang kosong agar mobil pemadam, ambulans, dan relawan bisa bergerak cepat,” ujarnya, Selasa (30/12/2025).

Menurutnya, dalam penanganan kebakaran, kecepatan dan akses jalan menjadi faktor krusial. Setiap keterlambatan, meski hanya beberapa menit, dapat menentukan apakah api bisa segera dikendalikan atau justru merambat ke bangunan lain.

“Kalau jalannya lengang, mobil pemadam bisa bolak-balik mengambil air dan memadamkan api lebih cepat. Tapi kalau penuh penonton, otomatis semua jadi lambat,” katanya.

Hendra menegaskan bahwa anggapan sebagian masyarakat yang menyebut pemadam kebakaran lambat sering kali tidak melihat kondisi di lapangan secara utuh. Dalam banyak kasus, keterlambatan justru dipicu oleh akses jalan yang sempit dan tertutup warga, bukan karena kesiapan petugas.

“Damkar sering dibilang lambat, padahal saat kami tiba, api sudah membesar. Salah satu penyebabnya karena akses terhambat, ditambah kepanikan warga dan banyaknya penonton,” ucapnya.

Selain kerumunan warga, faktor geografis dan karakter wilayah permukiman Samarinda juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak kawasan permukiman berada di jalan sempit, berbukit, dan padat bangunan, sehingga membutuhkan penanganan ekstra hati-hati.

“Kalau sudah ditambah orang menonton, parkir sembarangan, bahkan ada yang panik mendengar sirene lalu berhenti di tengah jalan, itu semakin menyulitkan,” kata Hendra.

Dalam beberapa kejadian kebakaran, dampak dari kerumunan warga tidak hanya menghambat pemadaman, tetapi juga memicu persoalan keamanan. Salah satu relawan pemadam bahkan dilaporkan kehilangan kaca spion sepeda motor saat tengah membantu pemadaman api.

“Situasi kebakaran memang rawan. Ada potensi kehilangan barang atau tindakan kriminal lain. Itu di luar kemampuan kami, karena fokus utama petugas adalah memadamkan api dan menyelamatkan warga,” jelasnya.

Hendra mengakui bahwa pihak pemadam kebakaran selama ini hanya bisa melakukan imbauan di lapangan. Namun, untuk perubahan perilaku jangka panjang, diperlukan peran aktif perangkat wilayah dan tokoh masyarakat.

“Perlu peran RT, kelurahan, dan tokoh masyarakat untuk memberikan pemahaman secara terus-menerus. Misalnya dalam pertemuan warga, disampaikan bahwa kebakaran bukan tontonan dan akses jalan harus dikosongkan,” tambahnya.

Ia menekankan bahwa bantuan terbaik masyarakat saat terjadi kebakaran bukanlah dengan menonton, melainkan menjauh dari lokasi, membuka akses jalan, dan mengikuti arahan petugas.

“Kalau ada kebakaran, serahkan penanganan sepenuhnya kepada petugas dan relawan. Masyarakat cukup membantu dengan mengosongkan area dan tidak menghalangi,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id