Terbongkar! Senjata Penembakan THM Crown Ternyata Hasil Transaksi Ilegal Oknum Brimob yang Kini di PTDH

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar. (Foto: Siko/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Persidangan kasus penembakan di tempat hiburan malam (THM) Crown Samarinda kembali mengungkap fakta krusial yang memperjelas rangkaian peristiwa tragis yang menewaskan satu orang beberapa bulan lalu. Fakta yang terungkap di hadapan majelis hakim tersebut mendorong Polresta Samarinda memberikan penjelasan resmi mengenai asal-usul senjata api (senpi) yang digunakan pelaku eksekusi.

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menegaskan bahwa hasil penyelidikan intensif memastikan senjata yang digunakan dalam aksi tersebut bukan berasal dari persenjataan organik TNI maupun Polri. Penelusuran polisi mengarah pada keterlibatan seorang oknum anggota Brimob berinisial D, yang pernah bertugas di wilayah Samarinda Seberang.

“Berdasarkan pendalaman, benar bahwa senjata api itu didapatkan dari seorang oknum anggota Brimob berinisial D,” ujarnya.

Hendri mengungkapkan bahwa oknum D telah menjalani proses hukum dan etik di internal kepolisian. Dari hasil pemeriksaan, D terbukti melakukan pelanggaran berat berupa transaksi senjata api kepada pihak yang tidak memiliki kewenangan. Akibatnya, ia dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

“Yang bersangkutan sudah diberhentikan tidak dengan hormat. Ia sempat mengajukan banding, tetapi putusan banding justru menguatkan keputusan awal,” tegas Hendri.

Penegasan ini sekaligus menjadi komitmen Polri untuk tidak menoleransi penyalahgunaan kewenangan, terutama yang terkait peredaran senjata api.

Polisi memastikan keaslian senpi tersebut melalui pemeriksaan balistik dan uji forensik. Hasilnya, senjata itu adalah buatan pabrikan, namun tidak masuk dalam sistem persenjataan instansi negara.

“Pengecekan balistik sudah dilakukan. Senjata ini memang buatan pabrik, tetapi bukan senpi organik institusi mana pun,” katanya.

Temuan ini sekaligus menghapus spekulasi publik bahwa senjata tersebut mungkin berasal dari gudang persenjataan resmi.

Penyelidikan lebih jauh mengungkap perjalanan panjang senjata tersebut sebelum akhirnya digunakan dalam aksi penembakan. Berdasarkan pengakuan oknum D, senjata tersebut diperolehnya pada tahun 2018 ketika sedang menjalankan tugas Bawah Kendali Operasi (BKO) di Jakarta.

“Pada tahun 2018, D membeli senjata itu dari seorang warga sipil. Saat itu kondisinya rusak dan tidak dapat ditembakkan. Setelah diperbaiki, barulah senjata itu berfungsi kembali,” jelasnya.

Meski memiliki senjata api, oknum D tidak memiliki izin resmi untuk menyimpannya. Senjata itu kemudian disimpan selama beberapa tahun hingga pada 2022 ia memutuskan menjualnya kepada tersangka berinisial R.

“Transaksi jual beli itu semata-mata dilatarbelakangi kebutuhan ekonomi. Tidak ada hubungan kerja sama kriminal antara D dan para pelaku penembakan,” tambahnya.

Kepolisian juga merinci bahwa setelah dibeli oleh R, senjata tersebut kemudian berpindah tangan ke pelaku utama yang menjadi eksekutor penembakan di THM Crown. Polresta Samarinda menegaskan bahwa perpindahan senjata itu terjadi jauh sebelum aksi penembakan berlangsung.

Dari sembilan tersangka yang telah diamankan, beberapa di antaranya berperan dalam menyembunyikan, memindahkan, hingga mengoperasikan senjata tersebut.

Lebih lanjut, Hendri menekankan bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum D tidak merepresentasikan institusi Polri. Ia memastikan seluruh proses sudah ditangani secara terbuka dan sesuai prosedur.

“Satu hal yang perlu dipahami: ini murni perbuatan oknum. Institusi tidak terlibat dan justru bertindak tegas menindak pelanggaran ini,” ujarnya.

Terakhir, Hendri menyatakan akan memperketat pengawasan internal, termasuk melakukan evaluasi terhadap mekanisme pengamanan senjata serta pembinaan personel.

“Ini menjadi pelajaran penting untuk seluruh jajaran. Pengawasan akan diperkuat agar kasus seperti ini tidak terulang,” pungkasnya. (SIK)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id