Samarinda, Kaltimetam.id – Gelombang protes terhadap dugaan kriminalisasi pejuang lingkungan kembali menyeruak di Kalimantan Timur. Tim Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate mendesak Polres Paser dan Polda Kalimantan Timur segera membebaskan Misran Toni (MT), seorang aktivis lingkungan yang sudah ditahan lebih dari 100 hari dalam kasus pembunuhan yang dinilai penuh kejanggalan.
MT, warga Desa Muara Kate, Kecamatan Long Kali, dikenal sebagai sosok yang gigih menolak aktivitas pertambangan batubara ilegal yang merusak ruang hidup masyarakat. Namun perjuangannya terhenti sejak ia ditahan pada 16 Juli 2025 dan dijadikan tersangka dalam kasus kematian salah satu warga setempat.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Windi Pranata, mengungkapkan bahwa proses hukum terhadap MT tidak hanya bermasalah, tetapi mengandung banyak indikasi penyalahgunaan kewenangan aparat.
“Kasus ini sangat janggal. MT sudah ditahan lebih dari 100 hari dan masa penahanannya diperpanjang lagi tanpa alasan yang logis,” tegasnya.
Dalam aturan hukum, perpanjangan penahanan harus didasarkan pada alasan kuat salah satunya kebutuhan penyidikan. Namun menurut Tim Advokasi, justru tidak ada perkembangan signifikan dalam proses penyidikan sejak MT ditahan.
“Bukan hanya tidak ada bukti baru, tidak ada upaya serius mencari pelaku pembunuhan sesungguhnya,” tambahnya.
Pada 22 Oktober 2025, MT sempat dibantarkan ke RS Atma Husada Samarinda selama delapan hari. Yang mengejutkan, pembantaran tersebut tidak dilakukan atas permintaan keluarga atau pihak tersangka seperti lazimnya dalam penanganan medis tahanan.
“MT tidak sakit. Dia justru diisolasi tanpa pendampingan keluarga, tanpa akses komunikasi, tanpa surat rujukan medis jelas. Ini bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” kata Windi.
Tim Advokasi menilai tindakan tersebut sebagai bentuk intimidasi, sekaligus upaya merusak kondisi psikologis MT.
Sejak 2023, MT aktif memimpin penolakan terhadap aktivitas hauling batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) yang menggunakan jalan umum. Aktivitas itu tidak hanya merusak infrastruktur desa, tapi juga memicu kecelakaan dan perselisihan sosial.
Puncaknya, seorang warga Muara Kate tewas dalam konflik yang diduga berkaitan dengan aktivitas perusahaan. Namun alih-alih mengusut tambang ilegal dan penanggung jawabnya, aparat justru menjerat MT dengan tuduhan pembunuhan.
“Pelaku sebenarnya masih bebas. Sementara orang yang membela lingkungan hidup justru dikurung,” sebutnya.
Menurut catatan JATAM, kasus yang menimpa MT bukan peristiwa tunggal. Pola serupa aktivis dikriminalisasi, warga dikorbankan, perusahaan tambang dilindungi telah berulang di Kaltim dan sejumlah daerah lain.
Dari perampasan ruang hidup hingga kekerasan, warga kerap menjadi korban ganda yaitu kerusakan lingkungan dan represi hukum.
“Kriminalisasi aktivis adalah cara efektif membungkam perlawanan warga terhadap tambang batubara ilegal yang diduga dilindungi oknum aparat dan pejabat,” tegas Windi.
Tim Advokasi kini menuntut Kapolres Paser AKBP Novy Adi Wibowo dan Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro menghentikan seluruh rekayasa hukum dan mengembalikan proses penyelidikan ke jalur objektif.
“Menahan MT sama saja dengan menahan suara rakyat yang menuntut lingkungan hidup yang bersih dan sehat,” katanya.
Mereka menegaskan bahwa perjuangan belum selesai dan akan membawa kasus ini ke jalur nasional, bahkan internasional, jika kriminalisasi terus berlangsung.
“Bebaskan pejuang lingkungan hidup MT. Tangkap pembunuh sesungguhnya!” Pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id







