Samarinda, Kaltimetam.id – Lonjakan suhu yang melanda beberapa wilayah Indonesia dalam beberapa pekan terakhir tak hanya mengancam kesehatan tubuh, tetapi juga dapat berdampak serius pada indera penglihatan.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda mengimbau warga agar lebih waspada terhadap risiko fotokeratitis, yaitu peradangan pada kornea mata akibat paparan sinar ultraviolet (UV) yang berlebihan.
Kepala Dinkes Samarinda, dr. Ismed Kusasih, menjelaskan bahwa kondisi ini bisa timbul tidak hanya karena terkena sinar matahari langsung, tetapi juga pantulan cahaya dari air, es, maupun permukaan logam. Dalam istilah medis, gangguan ini dikenal pula dengan sebutan sunburn eyes atau snow blindness.
“Fotokeratitis itu istilah medisnya peradangan pada kornea akibat paparan sinar ultraviolet (UV) berlebihan, sering disebut juga sebagai mata terbakar matahari atau kebutaan salju,” jelas Ismed, Senin (27/10/2025).
Menurutnya, gejala awal yang sering muncul antara lain mata terasa nyeri, merah, pandangan kabur, serta sensasi seperti ada pasir di mata. Dalam kasus yang cukup parah, penderita bahkan bisa mengalami gangguan penglihatan sementara.
Ismed menambahkan bahwa tubuh manusia secara alami hanya mampu beradaptasi pada suhu sekitar 37 derajat Celsius. Bila suhu lingkungan jauh melampaui batas tersebut, berbagai organ vital termasuk mata menjadi lebih rentan mengalami gangguan.
“Tubuh manusia ini beradaptasi di suhu 37 derajat. Makanya kalau cuaca ekstrem di atas 37 itu bisa berakibat ke tubuh, termasuk organ mata,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya langkah pencegahan dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) saat beraktivitas di luar ruangan, terutama di bawah terik matahari.
Kacamata hitam berpelindung UV, topi bertepi lebar, dan pakaian longgar bisa menjadi perlindungan sederhana namun efektif.
“Kalau sudah ada tanda-tanda cuaca ekstrem, ya sebaiknya kita melengkapi diri dengan APD. Di mana pun juga APD itu penting untuk melindungi tubuh dari faktor ekstrem,” ucapnya.
Selain itu, menjaga cairan tubuh juga tak kalah penting untuk mencegah dehidrasi akibat suhu panas yang berkepanjangan.
“Pastinya kita harus menghindari paparan langsung. Kalau mata, ya pakai kacamata tahan panas. Kemudian tubuh jangan sampai dehidrasi, makanya banyak minum,” tuturnya.
Ismed turut mencontohkan kondisi di Tanah Suci saat musim haji, di mana suhu dapat mencapai 45–47 derajat Celsius. Dalam situasi ekstrem seperti itu, jamaah disarankan mengenakan pakaian yang tidak menyerap panas dan memperhatikan asupan gizi agar daya tahan tubuh tetap terjaga.
“Pakaian yang longgar dan tidak menyerap panas itu penting. Selain itu, makanan dan vitamin juga diperlukan untuk memperkuat imunitas,” tambahnya.
Lebih jauh, Ismed menegaskan bahwa sinar ultraviolet merupakan faktor utama penyebab fotokeratitis. Namun, terkait kabar seorang pelatih Borneo FC yang harus menjalani operasi mata akibat paparan sinar matahari, ia menyerahkan penjelasan rinci kepada dokter spesialis yang menangani kasus tersebut.
“Yang jelas, istilah dalam ilmu kedokteran itu fotokeratitis, atau mata terbakar matahari. Paparan jangka panjangnya bisa meningkatkan risiko penyakit yang lebih serius,” pungkasnya. (REE)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id







