Samarinda, Kaltimetam.id – Jagat maya kembali dihebohkan oleh beredarnya sebuah video berdurasi sekitar 20 detik yang memperlihatkan potongan tangan seekor primata. Dalam narasi yang beredar, disebutkan bahwa potongan tersebut merupakan milik orang utan yang dibantai secara keji di Kalimantan. Cuplikan yang mengguncang emosi itu sontak memicu kemarahan publik dan mencuri perhatian para pemerhati lingkungan.
Namun, hasil penelusuran Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur memastikan bahwa klaim tersebut tidak benar. Video yang ramai diperbincangkan itu bukan berasal dari Kalimantan, dan hewan dalam rekaman tersebut bukan orang utan sebagaimana disebutkan dalam unggahan.
Video tersebut pertama kali beredar di akun Instagram @kutim.id, lalu diunggah ulang oleh sejumlah akun pemerhati lingkungan seperti @mongabay.id. Dalam tayangan itu tampak seorang pria berdiri di dekat potongan tubuh hewan yang diletakkan di atas daun pisang, diduga hendak diolah menjadi bahan makanan.
Narasi yang menyertainya menyebutkan bahwa potongan itu milik orang utan, satwa dilindungi yang menjadi simbol konservasi Indonesia di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Unggahan tersebut dengan cepat menyebar, menimbulkan reaksi emosional dari publik. Banyak warganet menuduh telah terjadi tindakan keji terhadap satwa langka tersebut.
Namun, pihak BKSDA Kaltim segera melakukan penelusuran setelah video itu menjadi viral.
Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Muhammad Ari, mengungkapkan bahwa timnya langsung menelusuri jejak digital dari video tersebut.
“Pagi tadi kami mendapatkan informasi tersebut di IG dan langsung melakukan pelacakan digital, terutama untuk mengetahui siapa pengunggah pertama dan apakah lokasi kejadian benar di Kalimantan Timur atau tidak,” ujarnya.
Dari hasil penelusuran itu, diketahui bahwa video tersebut bukan peristiwa baru dan tidak diambil di wilayah Kalimantan.
“Informasi yang kami terima, kejadian itu bukan baru. Itu video lama yang kembali diunggah ke media sosial,” tegas Ari.
BKSDA Kaltim menegaskan, hewan yang tampak dalam video bukan orang utan. Berdasarkan pengamatan awal, bentuk tangan dan karakteristik tubuhnya berbeda dari spesies orang utan. Meski demikian, Ari menyebut pihaknya tetap berhati-hati dalam menyimpulkan jenis satwa tersebut dan akan berkoordinasi dengan ahli primata untuk analisis lebih lanjut.
“Dari tampilan tangan saja memang tidak bisa langsung disimpulkan bahwa itu orang utan. Kita masih perlu analisis lebih dalam, termasuk dengan melibatkan ahli primata,” jelasnya.
BKSDA Kaltim juga telah berkoordinasi lintas wilayah serta melaporkan hasil temuan ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memastikan kejelasan asal-usul video.
“Kami sudah berkoordinasi dengan KLHK untuk memastikan asal video ini dan melakukan tindak lanjut jika ditemukan unsur kekerasan terhadap satwa dilindungi,” tambahnya.
Meskipun video tersebut bukan berasal dari Kalimantan dan tidak melibatkan orang utan, Ari menegaskan bahwa BKSDA tetap menaruh perhatian besar terhadap segala bentuk kekerasan terhadap satwa.
“Kami akan terus mendalami informasi ini, tidak hanya di tingkat daerah, tapi juga melibatkan kementerian. Kalau terbukti melibatkan satwa dilindungi, tentu ada konsekuensi hukum,” tegasnya.
Ia mengingatkan, segala bentuk penyiksaan atau pembunuhan terhadap satwa dilindungi merupakan pelanggaran serius sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Merawat saja tidak boleh, apalagi menyakiti. Itu jelas ada sanksi pidana yang cukup kuat,” ujarnya.
Berdasarkan aturan tersebut, pelaku kekerasan terhadap satwa dilindungi dapat dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp500 juta.
BKSDA Kaltim juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah mempercayai atau menyebarkan konten yang belum terverifikasi, terlebih yang menampilkan kekerasan terhadap hewan. Ari menilai, penyebaran informasi palsu semacam itu dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga konservasi dan menghambat upaya pelestarian satwa liar.
“Banyak masyarakat yang langsung menyimpulkan tanpa memastikan kebenarannya. Padahal di era digital ini, informasi bisa menimbulkan dampak luas,” katanya.
Menurut Ari, hoaks semacam ini tidak hanya menciptakan kebingungan, tetapi juga bisa mengaburkan isu-isu konservasi yang sebenarnya lebih mendesak.
BKSDA Kaltim selama ini aktif menjalankan patroli rutin, edukasi publik, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran konservasi. Orang utan merupakan salah satu satwa prioritas yang dilindungi di Kalimantan Timur, bersama dengan beruang madu, bekantan, dan burung enggang.
“Di lapangan kami terus melakukan patroli dan edukasi. Kalau ada pelanggaran, kami tindak. Tapi kalau informasi palsu terus beredar, masyarakat bisa salah paham,” tuturnya.
Menutup keterangannya, Ari mengingatkan masyarakat agar lebih bijak dalam menanggapi konten viral, terutama yang berkaitan dengan kekerasan terhadap hewan. Ia mengimbau agar publik memverifikasi informasi terlebih dahulu sebelum membagikannya ke media sosial.
“Kami sangat terbuka menerima laporan masyarakat. Tapi mohon agar informasi diverifikasi dulu. Jangan sampai isu yang tidak benar justru memperkeruh situasi,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id