Samarinda, Kaltimetam.id – Kasus penemuan puluhan bom molotov yang sempat menghebohkan Kota Samarinda menjelang aksi demonstrasi 1 September 2025 terus bergulir. Polisi memastikan proses hukum terhadap tujuh tersangka berjalan dan menjadi perhatian serius aparat penegak hukum di tingkat pusat.
Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menegaskan, penyidik tengah menuntaskan berkas perkara tujuh tersangka untuk segera diserahkan ke Kejaksaan Negeri Samarinda.
“Sekarang sudah proses pemberkasan. Penyidik juga sudah koordinasi dengan pihak kejaksaan untuk segera kirim berkas tujuh orang yang sudah kami amankan,” ujarnya.
Menurut Hendri, penyidikan kasus ini dilakukan secara hati-hati dan mendalam karena menyangkut isu keamanan publik. Polisi juga mendapat asistensi langsung dari Bareskrim Polri guna memastikan setiap langkah penyelidikan berjalan sesuai prosedur.
“Kasus ini tetap menjadi prioritas. Bareskrim juga intens bantu asistensi, terutama untuk memastikan apakah ada jaringan di kota lain,” tegasnya.
Peristiwa bermula pada 31 Agustus 2025, ketika aparat kepolisian menemukan 27 botol bom molotov di sekretariat mahasiswa Program Studi Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul). Lokasinya berada di Jalan Banggeris, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang, tak jauh dari permukiman padat warga.
Selain botol berisi bahan bakar, polisi juga mengamankan perca kain dan jeriken berisi bensin yang diduga disiapkan sebagai bahan bakar tambahan. Dari hasil pemeriksaan awal, seluruh benda tersebut diyakini akan digunakan saat aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kaltim keesokan harinya.
Penemuan ini langsung menggegerkan warga Samarinda. Polisi bergerak cepat dengan mengamankan 22 mahasiswa untuk dimintai keterangan.
“Dari hasil pemeriksaan, 18 orang dinyatakan tidak terlibat dan langsung dipulangkan. Empat lainnya kami tetapkan sebagai tersangka,” ungkap Hendri.
Empat mahasiswa FKIP Unmul yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing berinisial F (20), MH alias R (20), MAG alias A (20), dan AR alias R (21). Mereka terbukti mengetahui dan membantu menyimpan bahan peledak rakitan di sekretariat tersebut.
Namun, polisi memberikan penangguhan penahanan dengan pertimbangan kemanusiaan serta status mereka sebagai mahasiswa aktif. “Kami ingin proses hukum tetap jalan, tapi juga mempertimbangkan masa depan mereka. Mereka tetap wajib lapor dan tidak boleh meninggalkan kota,” kata Hendri.
Selain empat mahasiswa itu, polisi juga menetapkan tiga tersangka lain yang diduga menjadi otak perencana pembuatan bom molotov.
Mereka adalah NS (38), mantan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unmul angkatan 2005 AMJ alias Lai (43), yang ditangkap di kawasan Kilometer 47 Samboja, Kutai Kartanegara dan Er, yang dibekuk dalam operasi gabungan Polres Mahakam Ulu, Polresta Samarinda, dan Subdit Jatanras Polda Kaltim.
Ketiganya kini ditahan di Rutan Polresta Samarinda dan dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan bahan peledak, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Meski tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka, polisi memastikan dua orang lainnya masih dalam pengejaran. Kedua buronan itu disebut memiliki peran penting dalam penyediaan dan perakitan bahan peledak.
“Masih kami cari sisanya. Doakan saja biar cepat ketemu. Belum kelihatan hilalnya,” ucapnya.
Menurutnya, upaya pelarian kedua buronan ini menjadi perhatian serius lantaran ada dugaan jaringan komunikasi lebih luas yang memanfaatkan momen unjuk rasa sebagai penutup aktivitas mereka.
“Kami tidak ingin spekulasi berkembang, tapi penyelidikan diarahkan juga untuk melihat apakah ada keterkaitan dengan kelompok tertentu,” imbuhnya.
Terakhir, Hendri menegaskan bahwa kepolisian tidak akan mentoleransi tindakan yang berpotensi mengancam keselamatan masyarakat.
“Tujuan kami bukan membungkam kritik, tapi menjaga agar Samarinda tetap aman. Tidak ada ruang bagi kekerasan dengan kedok aspirasi,” pungkasnya. (SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id