Penyewaan Baju Tradisional Dayak Sepi Peminat di HUT RI ke-80

Pakaian adat Dayak lengkap dengan aksesoris khas yang ditawarkan dengan harga sewa Rp150 ribu hingga Rp300 ribu per set. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia rupanya tidak memberi berkah bagi sebagian pelaku usaha penyewaan baju tradisional di Samarinda. Alih-alih ramai, beberapa di antaranya justru menghadapi kondisi sepi penyewa.

Salah satunya dirasakan oleh Nooraini, seorang ibu berusia 47 tahun yang mengelola bisnis keluarga penyewaan busana adat Dayak di kawasan Jalan Bengkuring Raya 1, RT 36. Jika tahun lalu ia kewalahan melayani antrean pelanggan, kali ini sejumlah koleksi baju adatnya justru masih tersusun rapi tanpa tersentuh.

Perbedaan mencolok ini membuat Nooraini membandingkan momen 17 Agustus 2024 dengan tahun ini.

Menurutnya, tahun lalu penyewaan melonjak karena bertepatan dengan pawai pembangunan yang berlangsung meriah, sementara kali ini terasa lengang.

“Lebih sepi dari tahun lalu, gak tau ya mungkin karna 17an nya dihari Minggu. Kalo tahun lalu ramai karna langsung nyambung sama pawai pembangunan,” ujar Nooraini, Selasa (19/8/2025).

Usaha keluarga yang diberi nama Anggun Salon, karena bersebelahan dengan salon milik kakaknya, selama ini dikenal menyediakan busana tradisional Dayak yang cukup lengkap. Dari sekitar 50 set pakaian adat yang dimiliki, hanya 10 set yang keluar saat perayaan 17 Agustus kemarin.

Rentang harga sewanya bervariasi antara Rp150 ribu hingga Rp300 ribu, tergantung model serta kelengkapan aksesoris. Sedangkan untuk pembelian, busana tradisional yang dibuat langsung oleh ibunya bisa mencapai Rp500 ribu hingga Rp1,7 juta, menyesuaikan kerumitan motif dan detail jahitan.

Koleksi yang ditawarkan juga beragam, mulai dari pakaian adat Dayak Kenyah, Tunjung, hingga Bahau. Nooraini sendiri lebih banyak menyediakan busana Kenyah, karena identitas etnis ibunya melekat kuat pada usahanya. Selain itu, ada pula pelengkap seperti topi, kalung manik, dan keranjang yang biasa dikenakan untuk melengkapi tampilan adat.

“Sekitar 10an lah kalo bulan ini,” ungkap Nooraini menyinggung jumlah penyewa di momen kemerdekaan tahun ini.

Persaingan menjadi alasan lain yang ia soroti. Kini semakin banyak pengrajin yang membuka jasa serupa, membuat pasarnya terbagi-bagi. Padahal, ia merasa kualitas pakaian yang disewakan memiliki nilai lebih karena dibuat langsung oleh tangan ibunya.

“Karna pengrajin sudah banyak kayanya,” katanya singkat.

Meski begitu, Nooraini tidak sepenuhnya pesimis. Pengalaman bertahun-tahun menjalankan usaha ini membuatnya tahu bahwa tren penyewaan busana adat kerap naik di momen tertentu. Selain Agustus, biasanya April saat Hari Kartini juga membawa banyak pelanggan, begitu pula di bulan Juli dan Desember ketika ada kegiatan sekolah maupun acara keluarga.

Ia pun bersyukur masih memiliki pelanggan tetap, terutama dari kalangan Taman Kanak-Kanak. Hampir setiap bulan ada saja sekolah yang datang meminjam dua hingga tiga set pakaian untuk kegiatan seremonial anak-anak.

“Kalo untuk anak TK itu setiap bulan ada aja yang sewa 2 atau 3 pasang,” jelas Nooraini.

Pasar usaha ini juga tidak berhenti di Samarinda. Beberapa pesanan datang dari luar daerah, bahkan hingga ke Pulau Jawa dan Malaysia. Selain itu, produk mereka juga dipasarkan ke sejumlah toko di kawasan Citraniaga.

“Paling banyak itu ke Citraniaga yang toko Anugerah, kita kalo ada pesanan baru di antar,” ungkapnya lagi.

Sudah lebih dari satu dekade usaha penyewaan busana adat Dayak ini dijalankan keluarganya. Bahkan Nooraini mengaku bisnis ini sudah dirintis sejak sebelum ia memiliki anak yang kini berusia 14 tahun.

Meski tren pasang surut tak bisa dihindari, ia tetap berharap semangat melestarikan budaya Dayak lewat busana tradisional bisa terus bertahan di tengah arus modernisasi. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id