Pasang-Surut Perikanan Kaltim

Perikanan Kaltim
Gubernur Isran Noor saat peresmian Gedung Tempat Pelelangan Ikan dan Dermaga/Pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan Manggar Baru Balikpapan, Sabtu 17 Desember 2022. (Humas Pemprov Kaltim)

Samarinda, Kaltimetam.id Perikanan kerap menjadi sektor yang diasingkan. Padahal, jika digali lebih dalam, potensi bisnisnya diyakini mampu bersaing dengan lapangan usaha lainnya.

Laporan: Dadang Yono Saputro


Meski masuk dalam empat besar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim, namun itu dikarenakan penghitungannya digabung dengan sektor pertanian dan kehutanan. Sehingga nilai riil-nya, tidak dapat dilihat secara jelas.

Karena apabila digabungkan, pertanian, kehutanan dan perikanan memberikan sumbangsih sebesar Rp58,92 triliun, yakni 8,48 persen dari total keseluruhan PDRB Kaltim 2021. Masih jauh di bawah lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang meraup Rp313,164 triliun (45,05 persen), industri pengolahan Rp123,807 triliun (17,81 persen), dan konstruksi Rp62,216 triliun (8,95 persen).

Nelayan Lokal Belum Mampu Bersaing

Menurut Gubernur Kaltim Isran Noor, dengan luas perairan umum mencapai 2,2 juta hektare, perikanan mampu menjadi sektor industri unggulan. Tapi persoalannya, menurut dia nelayan lokal di Benua Etam, belum mampu bersaing dengan nelayan dari daerah lain.

“Ada dari Semarang, Jepara ke sini. Pokoknya nelayan Jawa lah. Sudahnya dari Solo. Tahu lah Solo, apa tu? Iya, Solowesi (Sulawesi),” kata Isran Noor sembari bercanda saat peresmian Gedung Tempat Pelelangan Ikan dan Dermaga/Pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan Manggar Baru Balikpapan, 17 Desember 2022 silam.

Bagi orang nomor satu Benua Etam ini, ketika ada nelayan dari luar berusaha di Kaltim itu merupakan hal wajar.

“Tidak apa-apa, itu hak mereka juga sebagai warga negara kita,” terangnya.

Sebaliknya, dia berharap nelayan lokal harus termotivasi dan semakin bersemangat berusaha, bukannya patah semangat dan menyerah. Jika nelayan daerah lain jauh keluar dari wilayahnya dan mampu berusaha datang ke Kaltim, maka sewajibnya nelayan lokal harus lebih giat dan ulet dari mereka para nelayan dari luar.

“Sehingga produk kelautan kita semakin meningkat seiring tuntutan kebutuhan lokal, nasional maupun global,” harap Gubernur.

Produksi Bergantung Hasil Tangkap, Budidaya Masih ‘Dianak Tirikan’

Ketua Pusat Studi Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Mulawarman, Achmad Zaini.

Namun, persoalan perikanan di Kaltim tidak sesederhana paparan Isran Noor terkait persaingan antarnelayan lokal dengan yang dari luar daerah. Ketua Pusat Studi Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Mulawarman, Achmad Zaini menerangkan, persoalan sektor perikanan di Benua Etam, bukan hanya daya saing SDM seperti yang dipaparkan Isran Noor.

Lebih dari itu, menurut dia produksi perikanan di Kaltim masih belum memenuhi standar kebutuhan pasar. Terutama jumlah produksi dan keberlanjutan, apalagi jika ketika berbicara soal mengekspor hasil perikanan.

“Kan persoalan utamanya itu diproduksi dan tidak berkelanjutan. Kalau bicara ekspor itu kan bukan hanya kualitas, tapi yang pertama soal kontinuitas,” ucapnya.

Untuk bisa bersaing dengan Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, sebagai provinsi penghasil perikanan tertinggi di Indonesia, Kaltim ujar Achmad Zaini, tak bisa sekadar berharap pada perikanan tangkap laut saja. Namun, lebih memaksimalkan perikanan budidaya.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim produksi perikanan tangkap laut di Kaltim sebesar 158,7 ribu ton pada 2020. Sementara di tahun yang sama, jumlah perikanan budidaya hanya mencapai 148 ribu ton.

Pada 2022, hasil perikanan tangkap meningkat drastis mencapai 166 ribu ton. Terdiri dari perairan laut sebesar 122.998,71 ton atau 73,92 persen. Sedangkan tangkapan dari perairan darat sebesar 43.378,14 ton atau 26,08 persen.

Melihat data tersebut, menurut Achmad Zaini sudah sangat jelas bahwa pemerintah masih belum memaksimalkan subsektor perikanan budidaya tersebut. Padahal menurutnya, untuk bisa menjadi salah satu eksportir terbesar, perikanan budidaya harus terus ditingkatkan dengan cara pengelolaan yang lebih baik. Berbanding terbalik dengan hasil tangkap, yang sangat bergantung pada musim dan cuaca.

“Kalau jalannya baik maka kebutuhan ekspor kita itu bisa ditingkatkan. Namun karena perlahan-lahan budidaya kita turun, maka kita lihat perkembangan ekspor kita dari tahun ke tahun juga turun. Seperti kita lihat pada 2021 lalu, hanya mencapai sekitar USD72 juta. Itu pun masih turun dibandingkan 2020. Saat ini terus turun ekspor kita. Itu karena produksi kita semakin menurun,” terangnya.

Pemprov Kaltim saran dia, harus lebih getol dalam menjaring potensi sektor perikanan ini. Tak bisa sekadar menyuruh nelayan pergi ke tengah laut, untuk menangkap ikan.

Diantaranya dapat melalui pemberian insentif, hingga pelatihan budidaya berkelanjutan, kepada nelayan tambak. Alhasil, bukan hanya meningkatkan produksi melainkan, dapat melahirkan pelaku budidaya perikanan lainnya.

“Untuk sementara memang masalah kita di hulunya. Permintaan pasar juga kan saat ini bukan olahannya tapi raw material-nya, hanya ikannya. Memang kita perlu menumbuhkan kembali para pembudidaya ikan itu. Selain itu, memang perlu ada pelatihan-pelatihan karena standardisasi masing-masing buyer itu berbeda. Termasuk perlu juga dipertimbangkan soal insentif,” tukasnya.

Perikanan Kaltim

Berharap Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim Lebih Aktif

Kepala Seksi Perdagangan Luar Negeri Disperindagkop dan UKM Kaltim, Hera Nuraeni mengaku, telah mengadakan focus group discussion (FGD). Forum ini membahas ihwal sektor perikanan, terutama untuk meningkatkan hasil produksi.

Sama seperti yang dipaparkan Achmad Zaeni, Disperindagkop merasa produksi perikanan masih kurang untuk bisa dijual ke pasar global. Selain itu, infrastruktur jalan turut menjadi biang kerok, dalam lemahnya sektor perikanan.

“Dari Perindagkop yang pasti kami berusaha untuk memediasi, supaya bisa ketemu stakeholder terkait ekspor. Ke depannya akan dimulai mendesain terkait dengan kontinuitas komoditi. Jadi bukan hanya bergantung pada perikanan tangkap saja,” terangnya.

Hasil dari forum yang membahas potensi perikanan Benua Etam ini juga akan diusulkan ke Bappeda Kaltim, sebagai perpanjangan tangan Pemprov dalam perencanaan dan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah secara holistik.

“Kami juga ada mengundang Bappeda Kaltim dalam FGD dan sudah didengar, hasilnya juga akan diberikan. Memang seharusnya mereka yang membantu mengarahkan instansi teknis pemegang sektornya itu (Dinas Kelautan dan Perikanan). Ketika bicara budidaya Bappeda yang bisa punya kewenangan melihat programnya, dia udah kesitu (sektor perikanan) belum? Mudah-mudahan ke depannya mereka bisa membantu mengarahkan,” tukasnya.

Sayangnya, hingga berita ini dipublikasikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim, belum bisa memberikan keterangan. Redaksi Kaltimetam.id yang mencoba menghubungi DKP baru bisa diwawancara pada Senin (20/3/2023).

Namun, pada sebuah forum diskusi pada 20 Oktober 2022, Kepala DKP Kaltim Irhan Hukmaidy, mengakui potensi perikanan yang cukup besai. DKP ucap dia, saban tahun selalu mencatat kenaikan produksinya dengan kenaikan di kisaran 2,5 persen.

Saat ini, hasil perikanan Kaltim dilaporkan tembus 350 ribu ton per tahun. “Untuk nilai ekspor pada 2020, mencapai Rp1 triliun. Makanya, saya bisa sebut ini potensi besar,” sebut Irhan.

Mengenai persoalan pengelolaan perikanan, ia mengatakan, harus melihat lagi regulasinya. Perlu ada penyesuaian antara wilayah pengelolaan perikanan dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Rencana Tata Ruang Wilayah. “Jadi perlu dilihat lagi, tidak bisa dipaksakan begitu saja,” katanya.

Meski demikian, Dinas Perikanan disebut tidak diam saja melihat persoalan tersebut. Instansi ini telah membuat beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas produksi perikanan.

Pemetaan potensi tiap daerah juga dilakukan agar strategi yang berjalan tidak salah sasaran nantinya.

“Kami tidak lagi bekerja sporadis tapi berdasarkan komoditas unggulan di tiap daerah,” jelas Irhan.

Ia pun mengaku cukup tertarik dengan beberapa masukan yang muncul dalam seminar tersebut. Ia berjanji membahas hasi diskusi tersebut di internal instansinya.

“Mulai dari peluang pemberian izin investasi perikanan, penguatan payung hukum hingga pelatihan uji kontrol air kepada petambak,” jelas dia dikutip dari Kaltimkece.id.

Pemprov Sekadar Jalankan Program “Pukul Lari”

Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono mengatakan, Pemprov harus mulai mengembangkan potensi ekonomi di luar sektor pertambangan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Benua Etam. Terutama sektor perikanan.

Menurutnya, Pemprov Kaltim hingga saat ini belum konsen menggali potensi perikanan. Terutama menggerakan DKP untuk memerhatikan produksi dan pemasaran.

Pun dia juga mengakui, pemerintah belum memberikan pembinaan yang tepat kepada nelayan. Terutama terkait peningkatan komptensi SDM.

“Memang banyak para nelayan kita yang belum mengerti spesifikasi dan standarisasi, apa yang diperlukan market hari ini. Menurut saya pemerintah harus pro aktif memberikan pendidikan pembelajaran kepada para nelayan kita. Pemerintah harus mulai mendorong sektor perikanan, cuma hari ini kan belum masif, hanya sekedar ya ‘pukul lari-pukul lari’ begitu,” imbuhnya.

Selain itu, terkait insentif kepada nelayan atau pembudidaya ikan, Ketua Komisi yang membidangi sektor perikanan ini menyatakan siap mengawal usulan tersebut. Dirinya pun mengundang instansi terkait untuk dapat berdiskusi lebih lanjut, dalam pengembangan ekonomi sektor perikanan.

“Untuk memaksimalkan potensinya, kami di DPRD siap mendukung terkait dengan kebijakan. Kami perlu mereka memberikan masukan kepada kami, datang saja, kami terbuka kok. Kami rumah rakyat silahkan koneksikan ke kami, silakan telpon, kami siap,” tukasnya. (RTA)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Baca berita terkait lainnya: Industri Agro dan Ekonomi Kreatif, Tulang Punggur Ekspor Nasional