Samarinda, Kaltimetam.id – Perekonomian Kaltim terbilang baik dalam pemulihan pada 2021 lalu, bahkan meningkat di 2022. Tetapi, perekonomian masih bergantung pada sektor pertambangan, yakni batu bara.
Ketergantungan ekonomi Kaltim terhadap komoditi batu bara ini pun menjadi pekerjaan rumah yang perlu dibenahi. Sebab, perekonomian secara global dicanangkan akan berkomitmen melakukan shifting energy atau peralihan energi ke arah green economy.
Sejumlah pihak pun menilai perekonomian Kaltim yang masih mengandalkan dari sektor sumber daya alam (SDA) perlu dirubah. Salah satunya datang dari Hairil Anwar, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman (Unmul).
Menurut cendiakiawan Unmul ini, kekuatan perekonomian Kaltim perlu berubah. Sebab, tak selamanya SDA Kaltim akan mampu mendongkrak pendapatan Kaltim. Perubahan perekonomian bisa saja mulai dirubah ke arah sektor pertanian, perikanan hingga pariwisata.
“Memang saat ini dari sektor SDA perekonomian kita bisa cepat pulih dan saat ini mungkin masih jadi primadona. Tapi yang perlu digaris bawahi kita tak selamanya bisa mengandalkan SDA karena non-renewable, seharusnya mulai mengarah ke perekonomian yang renewable,” singkatnya.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menawarkan solusi atas ketergantungan Kaltim terhadap batu bara yang selama ini menjadi penyokong utama perekonomian Kaltim. Menurut Deputi Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltim, Hendik Sudaryanto, percepatan dan perluasan hilirisasi komoditas sumber daya alam (SDA) mentah menjadi lebih bernilai tambah, salah satu solusi menjawab tantangan ini.
“Melalui sinergi dengan pemerintah daerah serta pelaku usaha, membentuk RIRU (Regional Investor Relation Unit) untuk mendorong hilirisasi dan penciptaan proyek bernilai tambah tinggi,” terang Hendik.
Dalam paparan Hendik, RIRU memiliki produk, yang disebutnya sebagai Profiling Investasi Kalimantan Timur (PIKAT). Produk ini bertujuan menjaring berbagai potensi ekonomi baru non-SDA mentah. Lalu dapat dibawa ke ajang promosi skala internasional.
Ada tiga proyek baru di Kaltim yang sebenarnya bisa ditawarkan ke investor domestik hingga mancanegara. Yakni, proyek pengembangan komoditi kakao di Berau, proyek pembangunan pabrik karet remah (crumb rubber) di Kutai Barat, dan proyek pengembangan fasilitas bongkar muat Pelabuhan Penajam di Penajam Paser Utara.
Selain itu, tambah Hendik, untuk mencari sumber perekonomian baru di Kaltim, BI juga mendorong pengembangan UMKM dan sektor pariwisata. Pada sektor ini, bank sentral tersebut telah melaksanakan sejumlah program.
“Pengembangan UMKM pada setiap level mulai dari subsisten, maju, digital, hingga ekspor,” tutupnya.
Sekadar informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, angka PDRB Kaltim tahun 2021 mencapai Rp 484,30 triliun atau mengalami peningkatan dari tahun 2020 sebesar Rp 472,55 triliun, atau tahun 2021 ekonomi Kaltim tumbuh sebesar 2,48 persen. Sedangkan tahun 2022 diprakirakan bisa mencapai 2,85 persen. (Dys/Dra)