Samarinda, Kaltimetam.id – Komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk membangun sumber daya manusia yang unggul melalui program pendidikan gratis bertajuk Gratipol mendapat dukungan penuh dari lembaga legislatif daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur menyatakan siap mengawal dan memastikan program ini berjalan sesuai rencana dan menyentuh kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Program Gratipol, yang merupakan salah satu program prioritas Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Rudy Mas’ud dan Seno Aji, mencakup pembiayaan penuh pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, termasuk jenjang S1, S2, hingga S3. Tak hanya menyasar pembebasan biaya pendidikan, Gratipol juga diharapkan dapat menjadi sarana memperkecil kesenjangan akses pendidikan antardaerah di Kalimantan Timur.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, dalam keterangannya menyampaikan bahwa program ini harus dilihat sebagai bentuk investasi jangka panjang dalam pembangunan kualitas manusia Kalimantan Timur. Oleh karena itu, DPRD merasa bertanggung jawab untuk tidak hanya mendukung dari sisi regulasi dan anggaran, tetapi juga aktif melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkelanjutan.
“Gratipol ini bukan hanya sekadar program bantuan, tapi investasi besar pemerintah daerah terhadap masa depan generasi muda Kalimantan Timur. Kami mendukung penuh kebijakan ini, tapi pelaksanaannya harus benar-benar dikawal agar tepat sasaran dan berkelanjutan,” ujarnya.
Meski demikian, Ananda tak menutup mata terhadap sejumlah masukan dan kritik yang berkembang di masyarakat, terutama soal pembatasan usia penerima beasiswa. Dalam kebijakan awal, batas usia maksimal untuk jenjang S1 adalah 21 tahun, S2 maksimal 35 tahun, dan S3 maksimal 40 tahun. Menurut Ananda, aturan ini bisa jadi menyulitkan bagi sebagian masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikan namun terkendala usia karena berbagai faktor, seperti keterbatasan ekonomi atau kondisi keluarga.
“Kita harus lihat konteks sosial masyarakat kita. Tidak semua orang bisa langsung melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA. Banyak yang harus bekerja dulu, baru bisa kuliah. Jadi kalau ada batasan usia yang terlalu ketat, ini justru berpotensi mendiskriminasi mereka yang sebenarnya layak dibantu,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa aturan semacam itu sebaiknya tidak bersifat kaku. Jika dalam praktik ke depan ditemukan ketimpangan atau ketidaksesuaian, maka perlu ada evaluasi terbuka antara DPRD, Pemprov, dan pihak terkait agar kebijakan benar-benar inklusif dan tidak meninggalkan kelompok masyarakat tertentu.
Selain memperhatikan aspek implementasi teknis, Ananda juga menekankan pentingnya strategi pembiayaan yang cermat dan efisien. Saat ini, DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tengah melakukan pembahasan intensif terkait pengalokasian anggaran pendidikan dan penghematan pada beberapa pos belanja lainnya yang dianggap tidak prioritas.
“Kita harus realistis. Di tengah kondisi fiskal yang menantang, efisiensi menjadi keharusan. Beberapa pos anggaran bisa kita evaluasi ulang, supaya dana yang ada bisa dialihkan untuk program-program prioritas seperti Gratipol. Jangan sampai niat baik ini terhambat hanya karena pengelolaan anggaran yang tidak tepat,” katanya.
Ananda juga menekankan bahwa keberhasilan Gratipol akan menjadi tolak ukur keberhasilan pemerintahan Rudy Mas’ud–Seno Aji dalam membangun Kalimantan Timur yang cerdas dan berdaya saing. Ia berharap masyarakat ikut mengawasi dan memberikan masukan konstruktif agar program pendidikan gratis ini terus berkembang dan menjawab kebutuhan zaman.
“Kalau kita bicara soal SDM, kita sedang bicara masa depan. Ini bukan hanya soal lima tahun pemerintahan, tapi tentang bagaimana Kalimantan Timur siap menghadapi perubahan, termasuk transformasi Ibu Kota Nusantara (IKN). SDM unggul adalah kunci, dan Gratipol bisa jadi fondasi awalnya,” pungkasnya. (Adv/DPRDKaltim/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id