Andi Harun Akui Izin Pengurukan RS Korpri Bermasalah dan Cacat Prosedur

Wali Kota Samarinda, Andi Harun saat membuka Rembug Pentahelix Menghadapi Ancaman Hidrometeorologi Basah di Kota Samarinda, Kamis (18/12/2025) di Cafe Bagios. (Foto: Ree/Kaltimetam.id)

Samarinda, Kaltimetam.id – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, secara terbuka mengakui adanya kesalahan serius dalam proses penerbitan izin pematangan lahan calon perluasan RSUD Aji Muhammad Salehuddin II atau RS Korpri di Jalan Wahid Hasyim I. Ia menyebut izin yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda mengandung cacat prosedur sekaligus cacat substansi.

Andi Harun menjelaskan, izin persetujuan lingkungan tersebut diterbitkan pada 29 Agustus 2025, bertepatan dengan hari terakhir Kepala DLH lama berkantor sebelum memasuki masa purna tugas pada 1 September 2025. Permohonan izin itu diajukan oleh Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Timur sebagai pemrakarsa proyek perluasan rumah sakit.

Ia menegaskan bahwa proses penerbitan izin tidak dijalankan sesuai mekanisme yang seharusnya. Sejumlah perangkat daerah teknis bahkan tidak dilibatkan dalam pembahasan

“Permohonan itu tidak diproses sesuai prosedur yang benar. Kepala bidangnya tidak dilibatkan, tidak ada rapat pembahasan substantif, BPBD tidak diundang, PUPR tidak diundang,” ujar Andi Harun saat membuka Rembug Pentahelix Menghadapi Ancaman Hidrometeorologi Basah di Kota Samarinda, Kamis (18/12/2025) di Cafe Bagios.

Lebih jauh, ia menilai izin yang diterbitkan tidak sekadar persetujuan lingkungan, melainkan telah menjurus pada izin pematangan atau pengurukan lahan yang secara regulasi menjadi kewenangan Dinas PUPR.

“Yang keluar itu sesungguhnya izin pematangan lahan, tapi dibungkus dengan judul persetujuan lingkungan,” tegasnya.

Andi Harun juga mengingatkan bahwa lokasi RS Korpri berada di kawasan dengan risiko banjir tinggi.

Ia menyebut peta risiko kebencanaan Samarinda dapat diakses secara terbuka dan menunjukkan kawasan tersebut tidak ideal untuk aktivitas pengurukan lahan.

“Di kawasan itu termasuk risiko banjir tingkat tinggi. Seharusnya tidak boleh ada izin pematangan lahan yang keluar,” katanya.

Atas dasar itu, Pemkot Samarinda memutuskan menangguhkan sementara izin tersebut dan meminta pihak pemrakarsa mengurus ulang perizinan sesuai ketentuan tata kelola lingkungan.

Ia menegaskan pembangunan tetap dimungkinkan, namun tidak dengan metode penimbunan.

“Boleh dibangun, tapi tidak mungkin kita rekomendasikan pengurukan. Model struktur yang dianjurkan adalah panggung,” jelasnya.

Ia bahkan mengungkap bahwa bangunan RS Korpri yang ada saat ini juga tidak sepenuhnya sesuai dengan izin awal. Dalam dokumen perizinan, struktur bangunan disebut menggunakan sistem panggung, namun kondisi di lapangan justru dilakukan pengurukan.

Andi Harun tidak menutup-nutupi kesalahan internal pemerintah kota. Ia secara tegas menyatakan bahwa SK DLH tersebut keliru dan berpotensi ditangguhkan bahkan dibatalkan.

“Apakah SK DLH-nya salah? Ya salah. Itu perangkat daerah di bawah Pemerintah Kota Samarinda,” ucapnya.

Meski demikian, Pemkot memilih tidak langsung membatalkan izin tersebut. Menurut Andi Harun, penangguhan dilakukan sebagai bentuk keadilan agar pemrakarsa diberi kesempatan memperbaiki proses perizinan sesuai prinsip pengelolaan lingkungan dan tata ruang.

“Saya tidak fair kalau langsung melarang orang membangun di tanah hak miliknya,” katanya.

Ia menekankan bahwa pemerintah tidak boleh menghalangi hak sipil masyarakat untuk membangun di atas tanah milik sendiri.

Namun, jenis bangunan, kesesuaian tata ruang, serta kondisi kawasan rawan bencana wajib menjadi pertimbangan utama.

“Kalau masuk kawasan rawan bencana hidrometeorologi, maka rekomendasi kita jelas, tidak boleh dilakukan penimbunan,” ujarnya.

Andi Harun menutup dengan refleksi bahwa kesalahan tata kelola pembangunan di masa lalu tidak boleh terus diulang.

“Sudah terlalu banyak kesalahan yang kita lakukan di masa lalu. Sekarang tidak bisa lagi ditutup-tutupi,” pungkasnya. (REE)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id

Exit mobile version