Samarinda, Kaltimetam.id – Awal tahun 2023 membawa sinyal positif kepada pelaku usaha sektor perhotelan dan pariwisata. Sebab, sejak Presiden Joko Widodo mencabut aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak 30 Desember 2022 lalu, okupansi hotel terus menanjak.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim, Muhammad Zulkifli menyambut positif kebijakan pemerintah tersebut. Adanya kebijakan itu, menjadi angin segar bagi pelaku usaha sektor perhotelan dan pariwisata, yang selama dua tahun terakhir terpukul akibat pandemi.
“Pencabutan PPKM memang sinyal positif bagi dunia perhotelan, bahkan bagi pariwisata umum. Ekonomi juga mulai pulih sehingga market hotel mulai terbuka lagi,” ucapnya.
Zulkifli menerangkan, jika sejak pertengahan 2022 lalu sebenarnya okupansi perhotelan rata-rata mulai meningkat sebesar 68 persen. Sebab, tahun lalu larangan mudik dan berlibur usai Idulfitri tidak diberlakukan, meskipun PPKM masih berlaku.
“Kalau saya menilai, ada tiga fase selama adanya Covid-19 untuk dunia perhotelan. Pertama saat 2020 ketika masa pandemi terjadi, itu okupansi dan pendapatan hotel sangat rendah sampai banyak karyawan dirumahkan. Kedua, tahun 2021-2022, ketika perjalanan sudah mulai dibuka, sudah mulai ada peningkatan, walaupun masih diterapkan protokol kesehatan. Dan, ketiga saat ini, ketika PPKM telah dicabut, pandemi jadi endemi,” terangnya.
Zulkifli optimistis pada 2023 ini, setelah PPKM dicabut, industri perhotelan akan semakin menggeliat. Okupansi diprediksi akan meroket lebih dari 70 persen. Terutama untuk hotel di Samarinda dan Balikpapan.
“Tapi jika bicara bisnis hotel, bukan cuma penginapannya (okupansi), itu cuma salah satunya saja. Tetapi ada pendapatam lainnya juga, mulai dari resto, sampai untuk acara wedding yang saat ini kembali berjalan normal. Segmen market hotel juga sebanyak 40 persen dari kegiatan pemerintah dan Alhamdulilah telah berjalan juga,” tukasnya.
Dirinya berharap agar kebijakan pemerintah ke depan bisa lebih memperhatikan sektor pariwisata. Jika pun pandemi kembali terulang, setidaknya sektor pariwisata masih tetap bisa berjalan. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Kalau hotel ditutup seperti kemarin (saat pandemi), pemerintah juga rugi sebenarnya karena enggak dapat pajak juga. Pajak 11 persen akan hilang juga dari sektor perhotelan,” tukasnya.
Sementara itu, menurut General Manager Mercure-Ibis Hotel Samarinda, Budi Wahjono, tingkat okupansi saat ini memang mengalami peningkatan. Hanya saja, tidak terlalu signifikan. Sebab, selama tahun 2021-2022, okupansi hotel Mercure dan Ibis masih tergolong cukup tinggi.
“Untuk Mercure dan Ibis sebenarnya tidak terlalu terdampak saat pandemi lalu, okupansi kami masih tinggi. Untuk tahun 2022 juga meningkat dari tahun sebelumnya, bahkan kami pada closing 2022 okupansinya mencapai 93 persen,” bebernya.
Pada 2023 ini, Budi menilai dunia perhotelan bisa tumbuh subur. Sebab, selain telah dicabutnya PPKM, adanya perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Benua Etam juga membawa pengaruh baik bagi perhotelan. Ditambah, saat ini telah masuk dalam tahun politik yang membuat para politisi kerap menggelar kegiatan di hotel.
“Pada 2023 kemungkinan besar ada peningkatan, selama tidak ada gonjang-ganjing PPKM dan isu terjadinya resesi ekonomi. Sebab saat ini di China kabarnya kan wabah Covid-19 mulai melonjak lagi,” tutupnya.
Peningkatan okupansi juga dirasakan Mesra Business & Resort Hotel Samarinda. Yusi Ananda Rusli selaku owner mengatakan, jika okupansi hotel di bawah pengelolaaanya mengalami kenaikan, seiring membaiknya perekonomian Kaltim dan dengan dicabutnya PPKM.
“Jadi memang saat ini ada peningkatan okupansi, bukan hanya hotel kami yang di Samarinda, yang di Sangkulirang pun naik okupansinya. Saat ini okupansi di atas 60 persen, apalagi saat weekend,” ucapnya.
Pria yang juga sebagai Ketua PHRI Kaltim ini menilai jika Benua Etam memiliki keunggulan tersendiri dalam sektor pariwisata. Selain memiliki potensi pariwisata, Kaltim juga ditunjang dengan perkembangan industri yang pesat. Sehingga, industri Kaltim akan memberikan dampak positif bagi perkembangan wisata yang ada.
“Jika bicara perhotelan dan pariwisata, Kaltim sebenarnya memiliki keunggulan karena selain ada pariwisata, ada banyak juga industri di Kaltim. Jadi antara bisnis dan pariwisata bisa combine, istilahnya business with pleasure. Ini otomatis jadi semangat tersendiri bagi Kaltim,” tutupnya. (Dys/Dra)