Samarinda, Kaltimetam.id – Ketimpangan akses pendidikan tinggi di wilayah pedalaman Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan tajam. Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ekti Imanuel, menyuarakan keprihatinannya terhadap keterbatasan yang dialami oleh masyarakat di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) dan Kutai Barat (Kubar), dua daerah yang hingga kini masih mencatatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah di provinsi ini.
Dalam pernyataannya, Ekti menyoroti pentingnya keterlibatan perguruan tinggi negeri, khususnya Universitas Mulawarman (Unmul), dalam menjembatani kesenjangan pendidikan yang semakin menganga antara daerah pesisir dan pedalaman.
“Unmul harus beri afirmasi bagi anak-anak Mahulu dan Kubar. Ini bukan sekadar soal pendidikan, tetapi soal keadilan sosial dan masa depan generasi Kalimantan Timur,” tegas Ekti.
Berdasarkan data terbaru, Mahulu dan Kubar menempati peringkat terbawah dalam indeks pembangunan manusia Kaltim. Ekti menilai rendahnya angka IPM tersebut tidak lepas dari masih minimnya akses pendidikan tinggi yang bisa dijangkau oleh anak-anak di wilayah tersebut. Kendala geografis, infrastruktur jalan yang belum merata, hingga lemahnya jaringan informasi menjadi penghalang utama.
“Selama ini mereka tertinggal bukan karena kurang semangat belajar, tapi karena sistem tidak berpihak. Kalau mekanisme penerimaan mahasiswa hanya pakai jalur umum, bagaimana anak-anak dari pedalaman bisa bersaing?” ujar Ekti.
Ia menekankan bahwa pemerataan pendidikan tinggi harus menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan manusia di Kalimantan Timur. Ia menyarankan agar Unmul sebagai kampus negeri terbesar di provinsi ini membuka jalur afirmasi khusus yaitu jalur penerimaan mahasiswa dengan pendekatan keberpihakan pada daerah tertinggal dan terluar.
Menurut Ekti, kebijakan afirmatif ini penting agar pelajar dari Mahulu dan Kubar tidak terus-menerus tertinggal hanya karena mereka berasal dari wilayah yang terisolasi. Jalur afirmasi dinilai mampu memberi keadilan struktural bagi anak-anak daerah, tanpa mengabaikan kualitas akademik yang tetap bisa dijaga melalui pembinaan dan program pendampingan.
“Unmul harus hadir bukan hanya di Samarinda, tetapi juga di Mahulu dan Kubar. Jika tidak bisa membuka kampus di sana, minimal beri kesempatan lebih luas melalui jalur afirmasi. Itu bentuk keberpihakan nyata,” tambahnya.
Selain itu, Ekti juga mendorong adanya beasiswa khusus, program pembinaan prakuliah, hingga kelas jarak jauh yang terintegrasi dengan teknologi. Ia menyebut bahwa transformasi digital harus menjadi bagian dari strategi untuk menjangkau wilayah yang sulit diakses.
Lebih jauh, Ekti juga menyampaikan kritik terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu yang justru lebih banyak membangun kerja sama pendidikan tinggi dengan universitas-universitas di Pulau Jawa. Ia mempertanyakan keputusan tersebut, mengingat Unmul merupakan kampus negeri milik daerah yang memiliki kapasitas akademik dan komitmen terhadap pembangunan Kaltim.
“Kenapa justru menggandeng kampus-kampus di Jawa? Sementara Unmul yang notabene kampus kita sendiri malah tidak dilibatkan secara strategis. Ini perlu dikaji ulang,” ujarnya.
Ekti menilai bahwa membangun kolaborasi dengan kampus lokal seperti Unmul justru akan lebih efektif dalam menjawab kebutuhan daerah. Selain lebih memahami konteks lokal, Unmul juga dinilai memiliki potensi untuk mempercepat peningkatan kualitas SDM Kaltim secara menyeluruh.
Ia mengingatkan bahwa peningkatan IPM tidak bisa dilakukan secara terpisah. Pemerintah daerah dan perguruan tinggi harus duduk bersama, merumuskan kebijakan afirmatif dan program intervensi pendidikan yang menyentuh akar persoalan. Mulai dari pelatihan vokasional, peningkatan kapasitas tenaga pendidik, hingga penyediaan sarana pendidikan yang layak.
“Kalau ingin IPM naik, ya mulai dari pendidikan. Dan itu butuh sinergi yang kuat antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi,” tandas Ekti. (Adv/DPRDKaltim/SIK)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id